assalamu'alaikum sahabat baca semua terimah kasih atas kunjungan sahabat semua

Rabu, 02 Maret 2016

Aqidah (masuk jannah tanpa hisab



GOLONGAN MASUK JANNAH TANPA HISAB DAN TANPA ADZAB
Diantara rukun iman yang wajib untuk diimani oleh kaum mukminin adalah beriman kepada hari akhir. Bahwa segala yang ada di dunia ini adalah fana dan tiada yang kekal, tapi bukan berarti telah berakhir sampai disini. Tapi menuju ke alam berikutnya yaitu hari akhir, suatu kehidupan yang kekal tiada berakhir.
Semua jiwa pasti akan kembali kepada pemilik dan penciptanya yaitu Allah swt. Setelah ditiup sangkakala yang kedua seluruh manusia dibangkitkan dari kuburan-kuburan mereka dalam keadaan tidak membawa apa pun, tidak beralas kaki, tidak berbusana, dan juga tidak berkhitan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Aisyah, bahwa baginda Rasulullah saw bersabda:
يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقَيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً
“Manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berbusana, dan tidak berkhitan.”

Kemudian Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah! Apakah seluruh para wanita dan laki-laki seperti itu, sehingga saling melihat diantara mereka? Beliau ? menjawab:
يَا عَائِشَةُ ! الأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يَنْظُرَ بَعْضُهُمْ إِلى بَعْضٍ
“Wahai Aisyah! Kondisi waktu itu amat ngeri dari pada sekedar melihat antara satu dengan lainnya.” (H.R. Al Bukhari no 6527 dan Muslim no. 2859)
Setelah itu manusia dikumpulkan di padang mahsyar menanti penghisaban (perhitungan) semua amal perbuatannya selama hidup di dunia. Allah swt  berfirman (artinya): “Sesungguhnya kepada Kami-lah mereka akan kembali, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (Al Ghasyiyah: 25-26)
Tahap penghisaban amal perbuatan manusia dipadang mahsyar merupakan bagian adzab dari Allah swt  terhadap siapa yang dihisap pada hari itu. Rasulullah saw besabda:
مَنْ حُوْسِبَ يَومَ الْقِيَامَةِ عُذِّبَ
“Barangsiapa yang dihisab pada hari kiamat bararti dia telah marasakan adzab.”
Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah saw bukankah Allah swt  telah berfirman (artinya): “(Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanan) maka dia akan dihisab dengan hisab yang mudah.”(Al Insyiqaq: 8) Rasulullah saw menjawab:
إِنَّمَا ذَالك الْعَرْضُ مَنْ نُوْقِشَ الْحِسَابَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عُذَّبَ
“Sesungguhnya itu adalah sekedar memperlihatkan amalannya, tetapi barangsiapa yang diperiksa penghisabannya pada hari kiamat berarti dia telah merasakan adzab.” (H.R. Muslim no. 2876)
Pada hari penghisaban saja sangat mengerikan dan tersiksa. Bagaimana lagi dengan bentuk adzab dari Allah swt  di neraka jahannam nanti. Rasulullah saw telah menggambarkan tingkatan neraka yang paling ringan, sebagaimana dalam hadits yang shahih:
إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَنْتَعِلُ بِنَعْلَيْهِ مِنْ نَارٍ يَغْلِي دِمَاغُهُ مِنْ حَرَارَةِ نَعْلَيْهِ
“Sesungguhnya adzab yang paling ringan bagi penghuni neraka adalah seseorang yang bersandalkan dengan api neraka, maka mendidihlah otaknya disebabkan dari panas kedua sandalnya.” (H.R. Muslim no. 211)
Namun Allah swt  Al Ghaffur (Yang Maha Pengampun) dan Ar Rahim (Yang Maha Pengasih) telah membentangkan rahmat-Nya yang amat luas. Diantara rahmat Allah swt  telah memberikan petunjuk kepada manusia tentang jalan yang dapat mengantarkan ke dalam al janah tanpa hisab dan adzab. Jalan tersebut telah dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya:
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُوْنَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ (وَفِي رِوَايَةٍ : تُضِيْءُ وُجُوْهُهُمْ إِضَاءَةَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ)
“Akan masuk al jannah dari umatku tujuh puluh ribu tanpa hisab dan adzab (dalam riwayat lain; wajah-wajah mereka bercahaya bagaikan cahaya rembulan di bulan purnama.”
Kemudian Rasulullah saw berdiri dan masuk ke dalam rumah. Sementara para shahabat Rasulullah saw menduga-duga siapakah golongan mereka itu. Diantara para shahabat ada yang menduga; “Semoga mereka adalah orang-orang yang menjadi shahabatnya”. Yang lainnya mengira; “Semoga mereka adalah orang-orang yang lahir dalam keadaan Islam dan tidak pernah berbuat kesyirikan”, dan perkiraan-perkiraan yang lainnya. Kemudian Rasulullah saw keluar dari rumahnya dan mengkhabarkan sifat golongan yang bakal menjadi penghuni al jannah tanpa hisab dan adzab. Beliau ? bersabda:
هُمُ الَّذِيْنَ لاَ يَكْتَوُوْنَ وَلاَ يَسْتَرْقُوْنَ وَ لاَ يَتَطَيَّرُوْنَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ
“Mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta kay (praktek pengobatan dengan menempelkan besi panas atau semisalnya pada bagian tubuh yang sakit), tidak meminta ruqyah, dan tidak pula berfirasat sial (dengan sebab melihat sesuatu yang disangka ganjil seperti burung dan semisalnya), serta mereka bertawakkal penuh kepada Rabb mereka.”
Kemudian Ukasyah bin Mihshan berdiri seraya berkata: “(Wahai Rasulullah) berdo’alah kepada Allah supaya aku termasuk golongan mereka. Rasulullah saw bersabda: “Engkau termasuk dalam golongan tersebut. (H.R. Al Bukhari no. 5752 dan Muslim no. 374)
Dalam riwayat Al Imam Ahmad 2/359 dan lainnya, Rasulullah saw bersabda:
فَاسْتَزَدْتُ رَبِّي فَزَادَنِي مَعَ كُلِّ أَلْفٍ سَبْعِيْنَ أَلْفًا
“Maka aku meminta tambahan dari Rabb-ku, sehingga Allah menambah dalam setiap seribu orang bersama tujuh puluh ribu orang.” (Lihat Ash Shahihah no. 1486)
Dalam riwayat di atas menunjukkan luasnya rahmat Allah swt . Karena Allah swt  telah menambah dalam setiap seribu orang bersama tujuh puluh ribu orang. Demikian pula Allah tidak mengkhususkan yang berhak meraih keutamaan tersebut hanya bagi para shahabat Rasulullah saw atau orang yang yang lahir dalam keadaan Islam dan tidak pernah berbuat kesyirikan sebagaimana yang dikira para shahabat Rasulullah saw. Namun Allah swt  membuka lebar-lebar pintu rahmat kepada siapa yang berupaya menghiasi dirinya dengan sifat-sifat tersebut dia lah yang berhak meraih al jannah tanpa hisab dan tanpa adzab. Semoga Allah swt  menjadikan kita termasuk golongan mereka.
Ciri Ciri Golongan Penghuni Al Jannah Tanpa Hisab Dan Adzab
  1. Tidak Meminta Kay
Kay adalah praktek pengobatan dengan cara menempelkan besi atau semisalnya yang telah dipanaskan pada bagian tubuh yang sakit. Telah datang beberapa riwayat dari Rasulullah saw dengan sanad yang shahih bahwa Rasulullah saw sendiri pernah melakukan praktek pengobatan dengan mengkay shahabat As’ad bin Zurarah ? (dalam riwayat At Tirmidzi no. 2050). Tetapi Rasulullah saw juga bersabda:
الشِفَاءُ فِي ثَلاَثٍ : شُرْبَةِ عَسَلٍ وَشَرْطةِ مِحْجَمٍ وَكَيَّةِ نَارٍ وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنِ الْكَي (وَ فِي لَفْظٍ : وَمَا أُحِبُّ أَنْ أَكْتَوِي)
“Penyembuhan itu dengan tiga hal: minum madu, berbekam, dan kay, tetapi aku melarang umatku dari pengobatan kay. Dalam riwayat lain; Dan aku tidak mencintai pengobatan dengan kay. ” (H.R. Al Bukhari no. 5680)
Hadits-hadits di atas menunjukkan hukum pengobatan dengan kay adalah boleh tapi makruh (dibenci), sehingga yang lebih utama adalah ditinggalkan. Karena Rasulullah saw mencintai umatnya untuk meniggalkan pengobatan dengan cara kay. Terlebih lagi berobat dengan kay bisa menjadi penghalang untuk masuk ke dalam al jannah tanpa hisab dan adzab.
2. Tidak Meminta Ruqyah
Ruqyah adalah praktek pengobatan dengan membacakan ayat-ayat Al Qur’an atau nama-nama dan sifat-sifat-Nya kepada si penderita. Karena seluruh ayat-ayat Al Qur’an itu sebagai obat hati dan jasmani. Allah swt  berfirman (artinya): “Dan Kami menurunkan Al Qur’an itu sebagai obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al Isra’: 82)
Namun yang menjadi penghalang untuk masuk bagian dari golongan penghuni al jannah tanpa hisab dan adzab ini khusus bagi orang yang meminta ruqyah bukan yang meruqyah dirinya sendiri ataupun orang lain yang meruqyahnya tanpa ada unsur permintaan darinya. Adapun kalau dia sendiri meruqyah itu memang perkara yang lebih utama, karena dia telah bertawakkal penuh kepada Allah swt  dan menjauhkan dirinya dari bergantung kepada selain Allah swt . Demikian pula orang lain yang meruqyah tanpa unsur permintaan dari si penderita itu pun tidak mengapa. Karena konteks hadits itu adalah وَلاَ يَسْتَرْقُوْنَ  yang bermakna tidak meminta ruqyah.
Sesungguhnya malaikat Jibril pernah datang kepada Rasulullah saw lalu berkata: “Wahai Muhammad, apakah engkau lagi sakit? Rasulullah saw menjawab: “Ya. Kemudian malaikat Jibril meruqyahnya tanpa permintaan dari nabi ?. (H.R. Muslim no. 2186)
Rasulullah saw juga pernah ditanya tentang meruqyah, maka beliau ? bersabda:
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
“Barangsiapa diantara kalian yang dapat memberikan manfaat bagi saudaranya, maka lakukanlah.” (H.R. Muslim no. 2199)
3. Tidak Bertathayyur
Tathayyur adalah sikap berprasangka sial yang disandarkan kepada sesuatu yang dilihat atau pun yang didengar. Misalnya, kebiasaan orang Arab terdahulu bila hendak safar (berpergian) melihat arah terbangnya burung. Bila terbang ke arah kanan maka safar akan dilakukan, sebaliknya bila terbang ke arah kiri menujukkan kesialan maka safar dibatalkan. Begitu pula ada sebagian orang yang menganggap sial atau pertanda akan ada musibah bila mendengar suara burung gagak di malam hari atau bila melihat cecak jatuh. Diantara waktu-waktu, hari-hari, atau bulan-bulan pun ada yang dianggap sial untuk diselengarakan acara-acara tertentu. Dan sebagainya dari tanda-tanda yang dianggap sial yang tersebar dimasyarakat kita.
Tathayyur ini merupakan perbuatan terlarang. Karena telah menyandarkan kesialan kepada sesuatu yang sama sekali tidak ada hubungannya secara logis dan sebab musababnya. Termasuk aqidah kaum muslimin beriman kepada taqdir Allah swt . Bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini tarjadi atas kehendak Allah swt  semata. Bila Allah swt  menghendaki sesuatu pasti akan terjadi, dan sebaliknya bila Allah swt  tidak menghendaki sesuatu pasti tidak akan terjadi. Sehingga orang yang bertathayyur itu telah mengurangi nilai tawakkalnya kepada Allah swt  karena ia menyangka bahwa ada selain Allah swt  yang bisa mendatangkan kesialan. Padahal Allah swt  berfirman (artinya): “Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu merupakan taqdir Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.” (Al A’raf: 131)          
4. Bertawakal Kepada Allah swt
Bahwa sifat yang kempat ini merupakan buah dari tiga sifat sebelumnya. Maksudnya, dengan meninggalkan pengobatan kay, meninggalkan untuk meminta ruqyah dan meninggalkan tathayyur menunjukkan kemurnian tawakkal dia kepada Allah swt . Karena dia telah melepas dari segala ikatan-ikatan ketergantungan kepada sesuatu selain Allah dan menyandarkan nasib dan hasilnya itu hanya kepada Allah swt . Sehingga barangsiapa yang benar-benar bertawakkal kepada Allah swt , niscaya Allah swt  sebagai pencukupnya di dunia dan di akhirat kelak nanti akan digolongkan sebagai pewaris al jannah tanpa hisab dan tanpa adzab. Allah swt  berfirman (artinya):“Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia sebagai pencukup baginya.” (Ath Thalaq: 3)
Dengan demikian, bukan berarti Islam melarang untuk berobat. Sesungguhnya sifat penghuni al jannah tanpa hisab dan adzab itu karena mereka meninggalkan pengobatan yang dibenci (makruh) disaat sangat membutuhkannya dengan mencukupkan dirinya untuk bertawakkal hanya kepada Allah swt . Adapun berobat dengan sesuatu yang tidak dilarang maka tidak mengurangi tawakkal dia kepada Alah ?.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah saw bolehkah aku berobat? Rasulullah saw seraya menjawab:
نَعَم، يَا عِبَادَ اللهِ تَدَاوُوا ! فَإِنَّ اللهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وُضِعَ لَهُ شِفَاءٌ غَيْرُ دَاءٌ وَاحِدٌ
“Tentu, wahai hamba Allah berobatlah kalian. Karena Allah swt  tidak menciptakan penyakit melainkan pasti diciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit.”Kemudian para shahabat bertanya: “Apa itu (Wahai Rasulullah)? Rasulullah saw menjawab: “Penyakit pikun (karena ketuaan).” (H.R. Ahmad, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Ghayatul Maram hal. 147)
Tambahan
Penulis : Asy Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah
Nabi Sallalahu Alaihi Wasallam telah menjelaskan tentang 70.000 orang yang akan masuk ke surga tanpa hisab serta azab, bahwa mereka adalah orang-orang yang istiqomah diatas islam. Dan setiap 1.000 orang, membawa 70.000 orang lagi, mereka adalah pendahulu kaum mukminin, mereka yang pertama masuk ke surga dengan wajah bersinar seperti sinar bulan pada malam purnama Mereka adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh melawan hawa nafsunya karena Allah, istiqomah diatas islam dengan menunaikan kewajiban dan meninggalkan larangan dimanapun mereka berada, serta senantiasa berlomba-lomba di dalam kebaikan.
Diantara sifat-sifat mereka, yaitu mereka tidak meminta untuk di ruqyah, tidak meminta untuk diobati dengan kay (disundut dengan besi panas) serta tidak ber tathayyur (merasa sial/pesimis karena mendengar suara burung dan semisalnya), akan tetapi maksudnya bukan mengharamkan hal-hal tersebut,  tidak mengapa meminta untuk diruqyah, dan diobati dengan kay, jika memang dibutuhkan. Namun karena kesempurnaan tauhid,  mereka meninggalkan hal tersebut dan merasa cukup  dengan sebab-sebab yang lain. Sehingga mereka tidak mencari orang yang bisa meruqyah dan mengatakan “wahai Fulan ruqyah lah saya”. Adapun jika memang dibutuhkan, maka tidak mengapa, dan hal tersebut tidaklah mengeluarkannya dari golongan 70.000 yang masuk ke surga tanpa hisab serta tanpa azab. Oleh karena itulah, Nabi Sallalahu Alaihi Wasallam menyuruh Aisyah dan Ummu Aitam Ja’far bin Abi Tholib Radiyallahu Anhuma agar diruqyah ketika sakit.
Demikian pula dengan kay. Rasulullah Sallalahu Alaihi Wasallam meng kay beberapa orang sahabatnya, beliau bersabda : “pengobatan itu pada tiga perkara. Yaitu disundut dengan api, berbekam dan meminum madu, namun saya tidak suka untuk di kay, beliau juga berkata:”dan saya telah melarang ummatku dari kay”(HR. Ibnu Majah dalam kitab at thibb, bab al kay, No. 3491).
Kay adalah pengobatan terakhir, jikalau masih memungkinkan dengan pengobatan selain kay, maka itu lebih utama. Dan jika tidak ada pengobatan selain dari kay, dan sakit tersebut membutuhkan pengobatan, maka tidak mengapa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar