assalamu'alaikum sahabat baca semua terimah kasih atas kunjungan sahabat semua

Minggu, 06 Maret 2016

~ Sunnah ~




Sunnah
Pengertian
            Secara bahasa sunnah artinya jalan. Menurut ulama usul sunnah artinya setiap apa yang disandarkan kepada Nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan serta ketentuan beliau. 
Macam
            Dengan demikian, pengertian sunnah menurut versi diatas ada beberapa macam diantaranya;

1.      Sunnah Qouliyah (perkataan), yaitu perkataan beliau yang beliau sabdakan sesuai kondisi tertentu serta didalamnya ada tujuan yang berbeda-beda. Sebagai mana hadits ( la dhororo wala dhiror, innamal a'malu binniyah dan tentang masalah wasiat la washiata li warisin).

2.      Sunnah Fi’liyah (amalan), yaitu amalan yang beliau perbuat. Sebagaimana dalam pelaksanaan solat lima waktu, pelaksanaan ibadah haji, pelaksanaan potong tangan bagi pencuri dll.


3.      Sunnah taqririyah (ketetapan), yaitu apa yang Rosulullah saw tetapkan, baik ketetapannya itu jelas dengan lafadz atau diamnya. Misalnya, ridho dengan apa yang ditetapkan oleh  Muadz bin Jabal dalam masalah Qodho. Dll.
Pembagian sunnah jika dilihat dari bentuk sanadnya
            Menurut jumhur, sunnah jika dilihat dari segi sanadnya di bagi menjadi 2, yaitu sunnah mutawatiroh dan sunnah ahad, adapun menurut jumhur ulama hanafiyah dibagi menjadi 3, yaitu sunnah mutawatiroh, sunnah masyhuroh dan sunnah ahad.
            Sunnah mutawatiroh adalah apa yang diriwayatkan dari Rosulullah saw yang periwayatannya melalui tiga masa pertama, yaitu masa sahabat, tabi'in dan atba' tabi'in yang mustahil terdapat kedustaan didalamnya. Seperti riwayat dari beliau yang berkenaan dengan tatacara wudhu, sholat, haji, shiyam, adzan dan iqomah. Dan ini adalah termasuk dari dalil qoth'i dari Rosulullah saw.
            Sunnah masyhuroh adalah apa yang diriwayatkan dari Rosulullah saw yang jumlah perowinya tidak sampai menyamai periwayatan mutawatir. Dan penukilannya tidak terjurumus pada kedustaan. Sebagaimana hadits tentang niat, tentang pondasi pokok dalam dien islam, yang berkenaan tentang membasuh khuf dll. Hadits ini qoth'i tsubut dari sahabat saja
            Sunnah ahad adalah periwayatan dari Rosulullah saw yang melalui jalur satu, dua atau tiga orang rowi. Hadits ahad juga dapat dikatakan khobar ahad.
Sunnah sebagai dalil terhadap hukum-hukum
            Kadang dalil-dalil sunnah  yang berkenaan dengan hukum-hukum bersifat qoth'I jika dalil-dalil sunnah tersebut tidak mengandung takwil lain. Dan kadang juga besifat dhonni dimana mengandung takwil. Dapat dikatakan bahwa al-Quran seluruhnya qoth’I sedang sunnah tidak semuanya dhonni kecuali sunnah yang mutawatir ia adalah qoth'I. Dengan demikian sunnah terdiri dari 2 macam, yaitu sunnah qoth'i dan sunnah dhonni.
Kedudukan sunnah dengan al-Quran
            jika digunakan sebagai hujjah maka sunnah menempati posisi kedua setelah al-Quran, karena al-Quran adalah qoth'I tsubut adapun dengan sunnah dhonni tsubut. Dengan demikian, karena dalil yang qoth'I lebih didhulukan sebagai hujjah dari pada dalil dhonni. Sunnah adalah penerang bagi al-Quran, dan penerang akan selalu mengikuti dengan apa yang diterangkan. Sebagai mana hadits tentang muadz.
            Adapun kedudukan sunnah jika ditinjau dari penguat hukum, maka terbagi menjadi 4 bagian, diantaranya;
1.      Sunnah sebagai penguat dari al-Quran. Sebagaimana perintah untuk mendirikan sholat, menunaikan zakat, shiyam pada bulan romadhon, haji ke baitullah, larangan untuk tidak menyekutukan Allah swt, larangan dalam kesaksian palsu, dll. Dalam Qs: an-Nisa', 19 dan 29.

2.      Sunnah sebagai penerang dari al-Quran. Didalamnya menerangkan tentang hal yang mujmal, seperti menrangkan tentang tatacara bermu'amalah dan beribadah. Dan juga tentang pengambilan hukum dari yang ‘am kepada  khosh serta mutlaq muqoyyad dalam menerangkan suatu hukum.

3.      Sunnah sebagai nasikh (penghapus) suatu hukum dalam al-Quran. Sebagaimana hadits tentang ahli waris tidak mendapatkan warisan. Hadits tersebut menghapus hukum dalam Qs: al-Baqoroh, 180.

4.      sunnah sebagai sumber hukum baru, dimana al-Quran tidak menjelaskannya secara terperinci. Misalnya tentang hukum rajam bagi pezina, larangan seorang laki-laki memakai pakaian yang terbuat dari sutra, larangan memakan bangkai dan khomr.
Kehujjahan sunnah
            Para ulama sepakat bahwa ber-Ittiba’ dengan sunnah adalah wajib hukumnya, sebagaimana al-Quran dalam menginterprentasikan suatu hukum syar’I. karena sunnah adalah sumber hukum kedua setelah al-Quran. Dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah banyak disinggung didalam al-Quran, ijma' para sahabat.
Dalam al-Quran Allah swt memerintahkan kepada orang beriman untuk taat dan mengikuti Rosulullah saw, barang siapa yang mentaati rosul-Nya maka ia juga mentaati Allah swt. Tercantum didalam Qs; an-Nisa' :59, 80, 65. Qs; al-Ahzab: 36.
Dalam ijma' para sahabat juga disebutkan bahwa para sahabat telah sepakat wajib mengamalkan sesuatu dengan sunnah yang sebelumnya dengan al-Quran terlebih dahulu. Sebagaimana hadits tentang Muadz bin Jabal ketika hendak dikirim ke yaman.
Dengan demikian dalil-dalil qoth'i diatas menerangkan tentang wajibnya meniti dan mengikuti sunnah beliau baik amaliyah ruhiyah maupun jasmaniyah, bukan mengikuti selainnya. Wallahu a'lam




                                              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar