assalamu'alaikum sahabat baca semua terimah kasih atas kunjungan sahabat semua

Selasa, 08 Maret 2016

~ Seputar Kemunafikan ~ Aqidah



Hukum-hukum seputar munafiq
Secara bahasa
Kata munafik dalam bahasa arab berasal dari kata نَافَقَ- مُنَافَقََةً- وَنِفَاقًا artinya lubang tikus. Dikatakan di dalam Munjid نافق في دينه menutupi kekufuran dengan hatinya dan menampakkan iman  dengan lisannya, ini yang disebuat munafik.[1]
Ibnu Hajar berkata [2] : “Nifak secara bahasa adalah amalan batin yang tidak sesuai dengan amalan dhohir.”
Para ulama ahli bahasa beselisih pendapat berkenaan makna asli dari nifak, dikatakan bahwa nifak jika disandarkan kepada نقق  artinya adalah lubang di dalam tanah, karena orang munafik adalah mereka merahasiakan kekufurannya dan menutupinya.
Ada yang berpendapat berasal dari  نفقاء يربوع  (lubang tikus), dikarenakan tikus itu mempunyai tempat yang berbatu yang dinamakan  نفقاء يربوع. [3]
Secara Istilah
            Secara istilah syar’i nifak adalah menampakkan perkataan iman dengan lisan atau perbuatan sedang hatinya menyelisihi apa yang diimani dan dikatakan.[4]
            Atau dengan pengertian yang sama : “menutupi kekufurannya dan menampakkan keimanan.”[5]
            Atau : “menampakkan Islam dengan lisan dan pura-pura Iman padahal  Imannya  adalah dusta dan palsu serta untuk menipu kaum muslimin. Bersamaan dengan itu ia menutupi kekufuran dengan perbuatan-perbuatan keimanan, atau sebagian darinya yang mejadikan pengingkarannya itu kafir. Dan yang menunjukkan sifat nifak adalah jika seorang mengaku berislam namun ia tidak mengamalkannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hudzaifah ketika ditanya tentang nifak, beliau menjawab : “seorang yang berkata Islam namun ia tidak mengamalkannya.”[6]
Menurut Imam Ibn Kathir rahimahullah nifak adalah : “اِظْهَارُ الْخَيْرِ وَاِسْرَارُ الشَّرِّ "Menampakkan yang baik dan menyembunyikan (merahsiakan) yang buruk. Ibn Juraij rahimahullah pula mendefinisikan nifak sebagai: "Perkataan Si Munafik itu bertentangan dengan perbuatannya, yang dirahsiakan bertentangan dengan yang berterang-terangan, yang di dalam (hati)nya bertentangan dengan luarannya dan yang dipersaksikannya bertentangan dengan yang disembunyikannya.”[7]
            Dalam Al Qur'an terminologi ini merujuk pada mereka yang tidak beriman namun berpura-pura beriman. Sebagaimana Allah suhanahu wata’ala  berfirman di dalam surat al-Munafikun: 1-3. (1)Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah suhanahu wata’ala ". Dan Allah suhanahu wata’ala  mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.(2)Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.(3)Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.
Perintah untuk waspada terhadap orang munafik
Telah banyak ayat-ayat al-Quran yang menunjukkan agar kita  selalu waspada terhadap sifat munafik dan pelakunya. Bersamaan dengan banyaknya ayat-ayat yang menerangkan hal tersebut Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam pun juga memberikan peringatan kepada umatnya agar selalu waspada terhadap sifat nifak dan pelakunya.
Berikut dalil-dalil dari al-Quran
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya : “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” At-Taubah: 68.
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Artinya : “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-setan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok".” Al-Baqoroh: 14.
مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لا إِلَى هَؤُلاءِ وَلا إِلَى هَؤُلاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلا
Artinya : Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa yang disesatkan Allah suhanahu wata’ala, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” An-Nisa’: 143.
            وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ نَافَقُوا وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوِ ادْفَعُوا قَالُوا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالا لاتَّبَعْنَاكُمْ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلإيمَانِ يَقُولُونَ بِأَفْواهِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ
            Artinya : dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)". Mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu". Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah suhanahu wata’ala lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” Al-Imran : 167.
            Peringatan dari Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam
Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam sangat mengkhawatirkan ummatnya terhadap bahaya yang ditimbulkan dari sifat kemunafikan dan orang-orang munafik itu sendiri. Banyak sabda beliau yang menerangkan tentang akhlak mereka yang tercela, dengan diterengkannya hal ini diharapakan kaum muslimin berhati-hati dan selalu waspada terhadap sifatnya dan pelakunya, hadits-hadits beliau diantaranya;
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ "
Artinya: dari Umar bin al-Khothob ra, bahwa Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda: “ perkara yang mengkawatirkan ummatku yang paling aku takuti adalah orang munafik yang mahir dalam bersilat lidah.” [8]
al-Manawi berkata di dalam tafsirnya[9] : “setiap orang munafik itu pandai bersilat lidah, yaitu mengetahui ilmu, fasih dalam berbicara namun hatinya buta dan enggan beramal, rusak aqidahnya, lari dan kabur paling cepat, mengeluarkan kata-kata dari kerongkongannya.”
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya: “Dari Abu Huroiroh ra, bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda : “tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, jika berkata ia berbohong, jika berjanji ia mengingkari, jika ia diperaya ia khianat.” [10]

Hadits Abu Sa’id al-Khudhri ra, ada beberapa orang munafik pada masa Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam, yang ketika beliau keluar untuk berperang, mereka enggan untuk ikut dan lebih senang ditempat duduk mereka. Ketika beliau dan para sahabatnya datang dari sehabis berperang maka mereka mengemukakan alasan dan bersumpah dan mereka ingin dipuji dengan apa yang mereka tidak kerjakan..”[11]
Macam-macam nifak[12]
            Di dalam pemabahasan ini sifat nifak sama halnya dengan kufur, ada nifak yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam begitu sebaliknya tidak mengeluarkan dari Islam.
            Para ulama berbeda pendapat dan ada yang tidak mengenai macam dari nifak. Imam Tirmidzi, Ibnu ‘Arabi al-Maliki, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar membagi nifak menjadi dua, nifak I’tiqodi yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, kemudian nifak amal, berkata Imam Tirmidzi dalam ta’liq hadits (أربع من كن فيه كان منافقاً)  Berkata: “maka dari hadits ini ulama ahlu Ilmi sepakat yaitu nifak amali. Demikan hal ini yang di riwayatkan dari Hasan al-Bashri bahwa beliau berkata : “nifak itu ada dua, nifak amal daan nifak takdzib (ingkar).”[13]
            Ibnu Katsir berkata[14] : “nifak adalah menampakkan kebaikan dan menutupi kejelekan, dan macamnya ada dua: pertama nifak I’tiqodi dimana pelakunya kekal di neraka, kedua amali dimana ini adalah salah satu dari perbuatan dosa besar.”
            Ibnu Hajar berkata[15]: “nifak secara bahasa adalah amalan hati (batin) yang menyelisihi dhohirnya. Adapun jika meninggalkan keimanan dan menampakan Islam maka nifak kufur. Namun jika tidak maka nifak amal.”
            Sebagai penekanan pembagian nifak diatas, maka nifak terbagi menjadi dua;
            Nifak Ashghor
Nifak ashghor yaitu salah satu dari dosa-dosa besar yang paling besar. Namun pelakunya tidak akan dikekalkan di dalam neraka. Dinamakan nifak kecil apabila perbuatan seseorang nampak jelas berbeda dengan apa yang telah disyariatkan oleh syara.  Diantara contoh-contoh nifak kecil ialah:
(1).  Mudah dan suka berdusta dalam ucapan atau perkataannya sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam al-Quran dan sabda Nabi Muhammad sallallahu 'alihi wa-sallam:
وَاللهُ يَشْهَدُ اِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ لَكَاذِبُوْنَ
Artinya:“Dan Allah suhanahu wata’ala mengetahui bahawa sesungguhnya orang-orang munafik benar-benar orang pendusta (pembohong)”,  Al-Munafiqun, 63:1.
اِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ اِلَى الْفُجُوْرِ ، وَاِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِيْ اِلَىالنَّارِ ، وَلاَ يَزَلُ الرَّجَلَ يَكْذِبُ وَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يَكْتُبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا.
Artinya : "Sesungguhnya dusta itu mengarah kepada kemaksiatan, kemaksiatan mengarah kepada neraka.  Sesungguhnya seseorang itu akan terus berdusta dan sentiasa mencari celah dusta sehingga ia dicatit di sisi Allah sebagai pendusta".
(2).  Tidak menepati janji sebagaimana sabda Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam:
وَاِذَا وَعَدَ اَخْلَفَ
Artinya : "Dan apabila berjanji ia tidak menepatinya." (HR: Bukhori, kitab iman, bab tanda-tanda orang munafik. no 34) 
(3).  Mengkhianati amanah sebagaimana larangan Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam dari melakukan pengkhianatan:
وَلاَ تَخِنُ مَنْ خَانَكَ
Artinya : "Janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianati kamu." (HR: Bukhori, kitab iman, bab tanda-tanda orang munafik. no 34) 
(4).  Curang atau keluar dari peraturan akhlak Islamiyah apabila berlaku pertengkaran atau ikhtilaf (berselisih faham), misalnya berkata bohong dalam menjelaskan perkara yang sebenar atau melebih-melebihkan permasalahan dengan segala kebohongan dan penipuan.  Rasulullah bersabda:
عن عبد الله بن عمرو : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : أربع من كن فيه كان منافقا وإن كانت خصلة منهن فيه كانت فيه خصلة من النفاق حتى يدعها : من إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا خاصم فجر وإذا عاهد غدر
 Dari Abdullah bin Amru, dari Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda: “empat perkara jika ada pada diri seseorang maka ia adalah munafik yang murni, sedang yang ada padanya terdapat satu dianataranya, maka didalamnya terdapat sifat-sifat kemunafikan sehingga ia meninggalkannya: Apabila berkata ia dusta, jika ia berjanji tidak menepatinya, apabila bertengkar ia berlaku curang dan apabila berjanji dia berkhianat". HR: Tirmidzi, 5\19.
(5).  Gemar menipu (penipuan) sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam:
اِنَّ الْغَادِرَ يُنْصَبُ لَهُ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُقَالُ : هَذِهِ غَدْرَةُ فَلاَنِ بْنِ فُلاَنٍ
Artinya: "Sesungguhnya setiap penipu akan dipancangkan baginya sebuah bendera dan dikatakan ini adalah penipuan  si Fulan anak si Fulan".  HR: Bukhari (5710) Al-Adab.
Nifak Akbar
Dalam pembahasan ini agar memudahkan memahaminya maka penyusun makalah mengambil pengertian dari apa yang disebutkan oleh Ibnu Rojab[16]: “Nifak Akbar adalah seseorang  menampakkan keimanan kepada Allah suhanahu wata’ala , Malaikat, Kitab-kitab-Nya, Rosul-Nya, serta hari kiamat dan ia menyembunyikan apa yang membatalkan dari keimanan tersebut, baik secara keseluruhan atau sebagian darinya. Yang demikianlah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam dan al-Quran turun mencela orang-orang munafik dan mengkafirkan mereka, dan al-Quran juga mengabarkan tempat yang mereka huni adalah kerak dari neraka jahanam.”
            Adapun ayat yang menerangkan atas kafirnya dan akibat yang mereka tanggung di akhirat, diantaranya ;
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ
Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” Al-Baqoroh: 8.
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Artinya: “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih.” An-Nisa’: 138.
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” An-Nisa’: 145.
وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ
Artinya: “Allah suhanahu wata’ala mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal.” At-Taubah: 68.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا وَمَا نَقَمُوا إِلا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ فِي الأرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ
Artinya: “Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya. Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam, dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” At-Taubah: 73-74.
لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Artinya: “Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” At-Taubah: 66.
Nash-nash di atas menerangkan kejelekan dari bermacam-macam orang kafir dan balasan yang akan diperoleh kelak di akhirat, yaitu ditempatkan di keraknya neraka jahnnam, dikarenakan mereka terus menambah kekufuran, berdusta, mencampur adukkan yang hak dan bahtil serta penuh makar terhadap kaum muslimin.
Syaikh Ibrahim bin Muhammad al-Buraikan[17] menerangkan : “nifak akbar dan ashgor sama halnya pembagiannya dengan kufur akbar dan asghor, akan tetapi nifak adalah perkara yang paling mengkhawatirkan dari pada kufur, dikarenakan kekufuran perkara yang tampak dan orang dapat mengetahuinya. Adapun nifak adalah perkara yang samar (tersembunyi) sulit orang untuk mengetahuinya, dengan demikian orang munafik lebih berbahaya dari pada orang kafir, dan pantas saja ia mendapatkan tempat di keraknya neraka.”
Bentuk-bentuk dari nifak akbar
            Syaikh Ibnu Taimiyyah menyebutkan beberapa bentuk nifak akbar : “nifak akbar menjadikan pelakunya kekal di kerak neraka, sebagaimana kemunafikan Abdullah bin Ubay bin Salul, ia tampakkan kedustaanya tentang Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam, mengingkari sebagian yang datang kepada beliau, membencinya atau tidak percaya akan wajibnya mengikuti beliau, senang jika Islam direndahkan dan benci jika Islam berkembang, dan lainnya. Hal mana ini akan menjadikan pelakunya menjadi musuh Allah suhanahu wata’ala  Rosul-Nya, dan perkara ini telah ada pada masa Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam, dan umat setelah beliau, bahkan jauh lebih banyak dari zamannya....”[18]
            Beberapa macam bentuk nifak akbar, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin  Abdul Wahab [19] di mana beliau membagi menjadi enam ; 1. Mendustakan Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam atau sebagian yang datang kepada beliau. 2. Membenci Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam, atau membenci sebagian yang datang kepada beliau. 3. Senang jika Islam direndahkan. 4. Enggan menolong agama Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam, enam macam ini adalah bentuk dari nifak akbar yang pelakunya kekal di kerak neraka jahanam.
Melihat ayat-ayat yang menerangkan keadaan orang-orang munafik dan para mufasir menerangkannya, maka dapat di kategorikan juga bebarapa bentuk nifak lainnya, diantaranya;
1.      Menyakiti dan mencela Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam.
2.      Menanpakkan perwawala’ an kepada kaum kafir dan menolong mereka memerangi kaum muslimin.
3.      Menghina, mencemooh orang beriman lantaran ketaatannya kepada Allah suhanahu wata’ala  dan Rosul-Nya.
4.      Menolak dan berpaling dari hukum Allah suhanahu wata’ala  dan Rosul-Nya. 
Jika seorang sudah terjerumus di salah satu sifat ini maka ia keluar dari Islam, dan sifat-sifat di atas lebih banyak berkaitan dengan hak Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam, Syaikh Ibnu Taimiyyah  berkata: “nifak itu lebih banyak bersangkutan dengan hak Rosul sallallahu ‘alaihi wa-sallam, dan banyak ayat al-Quran yang menerangkan orang-orang munafik pada masa beliau..”[20]
Bahayanya sifat nifak dan pelakunya
            Adanya orang-orang munafik menjadi ancaman besar bagi umat Islam. Mereka menikam dari belakang dengan sembunyi-sembunyi, hal mana ini harus menjadi perhatian khusus bagi umat hari ini. Orang munafik lebih berbahaya dari pada orang kafir.
            Ibnu Qoyyim ra Berkata,[21]: “orang zindik adalah mereka yang menampakkan keislamannya dan mengikuti Rosul, dan menyembunyikan kekufuran dan memusuhi Allah suhanahu wata’ala  dan para rosulnya, dapat juga dikatakan mereka adalah orang munafik dan tempat mereka adalah keraknya neraka, sebagaimana firman Allah suhanahu wata’ala  : Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” An-Nisa’ : 145.
Keadaan dan hukum-hukum seputar orang-orang munafik

Asal hukum munafik
            Orang munafik pada masa Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam pada hakikatnya adalah seorang zindik, dan mensematkan sifat nifak pada diri seseorang sama juga menyatakan ia murtad. Adapun dalam mu’amalah kepda mereka disamakan dengan mu’amalah kepada kaum muslimin, dikarenakan kita tidak dapat menjenguk isi hatinya.
            Ibnu Qudamah Berkata [22] : “Zindik adalah yang menampakkan keislaman dan menutupi kekufuran. sama halnya dengan munafik pada masa Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam.”
            Dalam masalah ini sedikit penyusun akan memaparkan pendapat para ulama, yang diambil dari kitab Masail fin Nifak karangan Syaikh Umar bin Mahmud[23], beliau menerangkan, diantaranya;
            Imam al-Baghowi Berkata [24] : “para ulama berpendapat bahwa islamnya orang zindik dan orang bathiniyyah tidak diterima dalam keadaan apapun, ini adalah perkataan Imam Malik dan Imam Ahmad.”
            Imam Malik Berkata: “munafik pada masa Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam sama halnya dengan zindik pada hari ini, bunuhlah ia tanpa diminta dulu bertaubat...”[25]
            Ibnu Salamun Berkata [26]: “adapun jika ia menyembunyikan kekufuran adalah zindik, menurut kami hukumnya adalah kafir tanpa dimintai untuk bertaubat, dan taubatnya tidak diterima.
            Aadapun hujjah bagi mereka yang berpendapat dibunuhnya orang zindik adalah sama halnya dengan dibunuhnya orang murtad, sebagaimana sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam: “barangsiapa yang berpindah keyakinan (agama) bunuhlah ia.”[27]

Taubat orang munafik
Setelah Allah subahanahu wata’ala membongkar sifat-sifat orang-orang munafik, Allah subahanahu wata’ala tidak menutup pintu bagi mereka. justru membukakan pintu taubat dengan syarat-syaratnya. Seperti firman Allah subahanahu wata’ala :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

Artinya : "Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar."( QS. An-Nisa: 145-146.)

Di antara tanda-tanda sempurnanya taubat mereka adalah mereka memperbaiki apa yang dirusak oleh sifat munafik mereka. Serta agar mereka hanya berpegang pada Allah subahanahu wata’ala saja bukan kepada manusia. Dan dengan ikhlas beribadah kepada Allah subahanahu wata’ala , hingga Allah subahanahu wata’ala mengikhlaskan mereka untuk agama-Nya. Dengan itu, mereka bergabung ke dalam barisan kaum mu'minin yang jujur. Dalam surah lain, Allah subahanahu wata’ala berfirman:

            يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا وَمَا نَقَمُوا إِلا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ فِي الأرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ
Artinya : "Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam, dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi." (QS.at-Taubah: 74)
           
Jika seorang munafik mengakui kezindikannya atau kemunafikannya kemudian sebelum ia mati maka diterima taubatnya. Sebagaimana yang dikatrakan al-Qodhi Abu Ya’la[28] : “jika seorang munafik mengakui akan kezindikannya kemudian ia bertaubat maka diterima taubatnya, karena dengan ia mengakui kezindikannya maka ia terlepas dari mendapat had orang zindik. Orang zindik adalah ia yang menyembunyikan kekufuran dan mengingkarinya serta tidak menampakkan kekufurannya. Jika ia mengakui akan perbuatannya kemudian bertaubat maka ia terlepas dari had dan diterima taubatnya.”
            Dalam perkara ini para ulama bersepakat akan pendapat diatas, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Rosyid al-Jad.[29]: “Ulama madzhab sepakat dalam perkara ini.”
            Berkata Imam Ahmad: “orang-orang zindik hukumnya dibunuh, tidak ada taubat bagi mereka...”[30]
Sikap Nabi dan para sahabat terhadap orang-orang munafik
1.      Dilarang mengambil teman dari orang munafik, diakrenakan meraka adalah perusak.
Allah suhanahu wata’ala  berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (ali- Imran 118-120)
Ayat di atas menegaskan kepada kaum muslimin agar berhati-hati terhadap orang-orang munafik, dan dari mengambil teman yang membeberkan rahasia  apa-apa yang tersembunyi dari orang-orang beriman. 
Dan dalam ayat di atas menerangkan sebab-sebab kenapa harus berhati-hati kepada mereka. Orang-orang munafik yang disebutkan dalam ayat ini adalah yang terjadi setelah terjadinya perang uhud, dimana mereka tidak memberi pertolongan dan menelantarkan Nabi muahammad dan para sahabat, yang mereka dibawah pimpinan Abdullah bin Ubay bin Salul...”[31]
2.      Tidak disolati orang munafik jika ia mati dan tidak boleh ikut serta  menguburkan mereka dan memohon ampun untuk mereka. Allah berfirman;
اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Artinya: Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendati pun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” At-Taubah 80.
Allah berfirman;
وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
Artinya: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” At-taubah 84.
Berkata Imam al-Qurthubi [32] berkenaan ayat di atas: “ayat ini turun berkenan denagn Abdullah bin Uabay bin Salul yang disolati oleh Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam. Hal mana perkara ini telah disebuatkan di dalam shohihaini, dan dalam riwayat lain yang meceritakan Nabi Muahammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam mensolati jenazah Abdullah bin Ubay, kemudian ayat ini turun menegur beliau. Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam ketika hendak mensolatkan jenazah Abdullah bin Ubay datang malaikat jibril kepada beliau kemudian membacakan ayat َولا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا   ketika mendengar ayat yang dibaca jibril lantas beliau pergi dan tidak mensolatkannya.”
Dalam riwayat lain –shohih bukhori- disebuatkan, bahwa Ibnu Abbas berkata : “ Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam solat kemudian beliau keluar, ketika beliau berhenti disuatu tempat turun ayat kepada beliau  ولا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا   .[33]
3.      Dilarang ikut berperang bersama nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam.

فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَى طَائِفَةٍ مِنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ الْخَالِفِينَ
Artinya: Maka jika Allah mengembalikanmu kepada satu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk ke luar (pergi berperang), maka katakanlah: "Kamu tidak boleh ke luar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” At-Taubah, 83.

Imam al-Qurthubi[34] berkata mengenai ayat di atas : “hukuman bagi mereka adalah jangan menjadikan ia teman selamanya, hal ini menunjukkan bahwa mengambil teman orang yang menghalang-halangi dalam berperang adalah tidak boleh.

Dalam hal ini orang-orang munafik memisahkan diri dari barisan kaum muslimin ketika terjadi peperangan dan menyingkir dari kaum muslimin dengan demikian ini menjadi sebab dilarangnya orang-orang munafik ikut serta kaum muslim, karena jika mereka mengikuti akan memecah belah barisan.[35]
           
4.      Memerangi orang munafik dan bersikap keras kepada mereka.

Adapun sikap lain ketika berhadapan dengan orang-orang munafik adalah ;
1.      Mencela mereka dan menasehatinya.
Sebagaimana yang tercantum di dalam al-Quran, Allah suhanahu wata’ala  berfirman;
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا
Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.”  an-Nisa, 63
2.      Dilarang berdebat dengan mereka karena i mengkhianati dirinya.
Allah suhanahu wata’ala  berfirman;
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا . وَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا. وَلا تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.” an-Nisa, 105-107
3.      Merendahkan mereka dan tidak memuliakannya.
Dari Buraidah bin Hashib, diriwayatkan secara marfu’ : “janganlah kalian berkata kepada orang-orang munafik (tuan), karena sesungguhnya jika kamu melakukannya maka kamu telah membuat murka Allah suhanahu wata’ala .” (HR: an-Nasai dan Abu Dawud)
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Khudzaifah bin al-Yaman mencela orang-orang munafik. [36]
            Dengan demikian kita sebagai ummat islam wajib berhati-hati dengan orang-orang munafik, dengan segala daya dan upaya mereka ingin menghancurkan keutuhan kaum muslimin dan memecah belah ummat. Di dalam ayat al-Quran telah diterangkan bagaimana sifat-sifat orang munafik.
            Disamping kita mengetahui sifat dan ciri mereka kita pun dituntut untuk selalu waspada dengan orang munafik disekitar kita, karena mereka tersebar dipenjuru dunia mereka adalah orang yang plin-plan dan penuh tipu muslihat untuk menghancurkan islam.
            Adapun dalam bermua’malah dengan mereka sama halnya kita bermua’amalah dengan kaum muslimin secara umun,dikarenakan kita tidak dapat mengetahui perkara yang tersembunyi di adalam hati mereka adapun jika telah tegak kepada mereka dalil tentang kemunafikan mereka maka baginya had dan Iqob.
            Demikian makalah yang kami susun semoga menambah khasanah keilmuan kita, jika ada salah di dalam penysunan makalah ini kami minta maaf, semoga selalu kita dibimbing oleh Allah suhanahu wata’ala  kepada jalan yang benar, jalan yang selalu ditapaki oleh Nabi-nabi terdahulu, para sahabat, dan orang-orang yang senantiasa berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah. Amin. Wallahua’lam bissahowab..

Daftar pustaka:
1.      Al Qur’an Al Karim
2.      Al-Qurthubi, Abu Abdullah Muhammad al-Anshori, Al-Jami’ Li Ahkamil Quran, tanpa tahun dan cetakan.
3.      Ibnu Katsir, Abu Fida’ Ismail,  Tafsir Al-Qur’anu ‘Adzim, Maktabah Al-‘Ashriyah, bairut, 1414 H / 1994 M.
4.      Al-Atsqolani, Ibnu Hajar, Fathul  Baari Syarh shahih Bukhori, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Bairut, Lebanon, tahun 1410 H / 1989
5.      Ibnu Taimiyyah, Abu Abbas Ahmad bin Abdul Halim, as-Shorimul Maslul ‘Ala Syatimirrosul, Bairut: Dar Kutub al-Araby, 1416, cet ke-1.
6.      Ibnu Taimiyyah, Abu Abbas Ahmad bin Abdul Halim, Kitabul Iman, Bairut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1416, tanpa cetakan.
7.      Al Maqdisi, Ibnu Qudamah, Al Mughni, (Kairo : Hijr, 1992, cet ke-2)
8.      Al-Baghowi, Syarhu Sunnah, (Beirut : Al Maktab Al Islami, 1983, cet ke-2.)
9.      Idaroh ‘Ammah Lil Mabahits wa Ihyaa’I Turats, Mu’jamul Wasith, (Istambul : Maktabah Al Islamiyah, cet ke-3)
10.  Lisan arob, Ibnu Mandzur, Darul Fikri, Beirut, Lebanon, tanpa tahun
11.  Majmu’ Fatawa  Ibnu Taimiyah, di kumpulkan oleh Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim, Muasasah Ar-Risalah, Bairut, lebanon, 1418 H / 1998 M
12.  Shahih Muslim Bisyarhi An-Nawawi, Imam Nawawi, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Bairut, Lebanon, 1421 H / 2000 M.
13.  Abdul Baqi, Muhammad, Luklu’ Wal Marjan Fima Itafaqa ‘Alaihi Imamaini, ar-Riyadh: Maktabah darus Salam, 1414 H, cet ke-1.
14.  Ibnu Rajab, Abu Farj Abdurrahman Syihabudin, al-Jami’ul Ulum Wal Hikam, Bairut:  Muassasah ar-Risalah, 1419 H, cet ke-7.
15.   Abu Abdullah, Muhammad bin Abu Bakar Ayub az-Zar’a, Thiriqul Hijratain Wa Babu as-Sa’adatain, tahqiq, Umar bin Mahmud, Damam: Dar Ibnu Qoyim, 1414 H, cet ke-2.
16.  Al-Wuhaibi, Muhammad bin Abdullah bin Ali, Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah Wa Dhowabitu Takfir ‘Inda Salaf, ar-Riyadh: Dar Salam, 1416 H, cet ke-1.
17.  Al-Buraikan, Ibrahim bin Muhammad, al-Madkhol Li Dirasah al-Aqidah al-Islamiyah ‘Ala Madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah, tanpa cetakan.
18.  Al-Maidani, Abdurrahman Hasan Hanbakah, al-Akhlaq al-IslamiyahWa Asasiha, Damsyik: Dar al-Qolam, 1417 H, cet ke-4.
19.    Al-Maidani, Abdurrahman Hasan Hanbakah, Dhohiratu Nifaq Wa Khobaits al-Muanafiqin Fi Tarikh, Damsyik: Dar al-Qolam, 1417 H, cet ke-1.
20.  Al-Falasthini, Umar bin Mamud bin Abu Umar Abu Qotadah, Masail Fi Nifaq, Mimbar Tauhid dan Jihad, www. alsunnah. Info.
21.  Al-Ishfahani, Imam ar-Raghib, Mu’jam Mufradat Alfadhz al-QuranBairut: Dar al-Fikr, tanpa cetakan.
22.  Ma’luf, Luwis, Munjid Fi Lughoh, Bairut: Fi Syarif Min Nisan, 1980 M, cet ke-24.
23.  Fairuz Abadi, Imam Mujidin Muhammad bin Yakqub, al-Qomus al-Muhith, Bairut: Dar kutub al-Imiyah, 1415 H, cet ke-1.
24.  Ali Abdul Latif, Abdul Aziz bin Muahmmad, Dirasat Syar’iyyah, an-Nifak Wal Munafikun..Tnabihat Wa Akhthor, Majalah al-Bayan.



[1] Munjid fil A’lam, 828.
[2] Fathul Bari, 1\89.
[3] Lisanul ‘Arob, 1\358-359. Al-Mufrodat, 502. Qomus al-Muhit, 3\286.  Syarhu Sunnah Imam al-Baghowi, 1\71. Tafsir al-Qurthubi, 1\195. Dan dirojihkan di dalam kitab Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 2\148.
[4] Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 2\149.
[5] Lisanul ‘Arob, 10\359. Al-Iman Ibnu Taimiyah, 284.
[6] Dhohirotun Nifak, 1\53.
[7] Lihat:  Tafsir  Ibn Katsir.  1/76.
[8] HR: al-Faryabi dalam sifat munafik, hal 23. At-Thobroni, 4/706. Sanadnya kuat.
[9] Tafsir al-Manawi, 1\52. Yang dinukil dari kitab Dirosat Syar’iyah, Syaikh Abdul Aziz, 1\301.
[10] HR: Bukhori, kitab iman bab tanda-tanda orang munafik, no. 34. Lu’luk wal marjan, 1\31. Muslim, kitab Iman bab tanda-tanda orang munafik, di dalam syarh Imam Nawawi, 2\46. Fathul Bari, 1\89.
[11] HR: Bukhori, luklu’ wal Marjan, 2\887.
[12] Hal ini diterangkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Ali di dalam kitab Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 2\147.
[13] Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 2\153. Yang dimaksudkan dari nifak takdzib adalah menampakkan Iman melalui lisan dan perbuatan akan tetapi ia mengingkari dalam hati, sebagaimana orang-orang munafik pada masa Nabi Muhammad saw.
[14] Tafsir Ibnu Katsir, 1\47.
[15] Fathul Baari, 1\89.
[16] Jami’ul Ulum wal Hikam, 403.
[17] Al-Madkhol li dirosah Islamiyah ‘ala madzhab Ahlu Sunnah: 161.
[18] Majmu’ fatawa: 28\434.
[19] Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 1\109.
[20] Al-Iman, 285. Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 2\160.
[21] Thoriqul Hijratain, 461-467.
[22] Al-Mughni ma’a Syarhul Kabir , 7\172.
[23] Masail fin nifak, 45-48.
[24] Syarhus Sunnah, 10\243.
[25] Ini adalah perkataan Ibnu Abdul Bar di dalam al-Istidzkar :22\146. Tabshirotul Hukam fi Ashwabil Ahkam, 2\193.
[26] Tabshirotul Hukam fi Ashwabil Ahkam, 2\268.
[27] Al-Muahadzab Imam asy-Syairozi, 2\222-223.  Kifayatul Ahyar Imam Hashkafi, 2\125.
[28] As-Shorimul Maslul, 3\687.
[29] Masailul nifak, 8.
[30] Masailul Nifak, 10.
[31] Dhohirotun Nifak, 1\285.
[32] Al-Jami’ al-Ahkamul Quran,juz 8. hal 218-219. 
[33] Shohih Bukhori juz 1. Hal: 45, Bab larangan mensolatkan orang munafik dan meminta ampunan untuk orang musyrikin. Nomor 1300. 
[34] Al-Jami’ al-Ahkamul Quran,juz 8. Hal 219.
[35] Akhlak Islamiyah wa Asasuha, juz 1 hal 618.
[36] Dikeluarkan oleh al-Kholal didalam as-Sunnah, juz 5 hal 70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar