Hukum-hukum seputar munafiq
Secara
bahasa
Kata
munafik dalam bahasa arab berasal dari kata نَافَقَ-
مُنَافَقََةً- وَنِفَاقًا artinya lubang tikus. Dikatakan di dalam Munjid نافق
في دينه
menutupi kekufuran dengan hatinya dan menampakkan iman dengan lisannya, ini yang disebuat munafik.[1]
Ibnu
Hajar berkata [2] : “Nifak
secara bahasa adalah amalan batin yang tidak sesuai dengan amalan dhohir.”
Para
ulama ahli bahasa beselisih pendapat berkenaan makna asli dari nifak, dikatakan
bahwa nifak jika disandarkan kepada نقق
artinya adalah lubang di dalam tanah, karena
orang munafik adalah mereka merahasiakan kekufurannya dan menutupinya.
Ada yang
berpendapat berasal dari نفقاء
يربوع (lubang tikus),
dikarenakan tikus itu mempunyai tempat yang berbatu yang dinamakan نفقاء
يربوع. [3]
Secara
Istilah
Secara istilah syar’i nifak adalah
menampakkan perkataan iman dengan lisan atau perbuatan sedang hatinya
menyelisihi apa yang diimani dan dikatakan.[4]
Atau dengan pengertian yang sama :
“menutupi kekufurannya dan menampakkan keimanan.”[5]
Atau : “menampakkan Islam dengan
lisan dan pura-pura Iman padahal Imannya
adalah dusta dan palsu serta untuk menipu kaum muslimin. Bersamaan
dengan itu ia menutupi kekufuran dengan perbuatan-perbuatan keimanan, atau
sebagian darinya yang mejadikan pengingkarannya itu kafir. Dan yang menunjukkan
sifat nifak adalah jika seorang mengaku berislam namun ia tidak mengamalkannya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Hudzaifah ketika ditanya tentang nifak, beliau
menjawab : “seorang yang berkata Islam namun ia tidak mengamalkannya.”[6]
Menurut
Imam Ibn Kathir rahimahullah nifak adalah : “اِظْهَارُ
الْخَيْرِ وَاِسْرَارُ الشَّرِّ "Menampakkan yang baik dan
menyembunyikan (merahsiakan) yang buruk. Ibn Juraij rahimahullah pula
mendefinisikan nifak sebagai: "Perkataan Si Munafik itu bertentangan
dengan perbuatannya, yang dirahsiakan bertentangan dengan yang
berterang-terangan, yang di dalam (hati)nya bertentangan dengan luarannya dan
yang dipersaksikannya bertentangan dengan yang disembunyikannya.”[7]
Dalam Al Qur'an terminologi ini
merujuk pada mereka yang tidak beriman namun berpura-pura beriman. Sebagaimana
Allah suhanahu wata’ala berfirman di
dalam surat al-Munafikun: 1-3. (1)Apabila orang-orang munafik datang kepadamu,
mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul
Allah suhanahu wata’ala ". Dan Allah suhanahu wata’ala mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar
Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu
benar-benar orang pendusta.(2)Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai
perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat
buruklah apa yang telah mereka kerjakan.(3)Yang demikian itu adalah karena
bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu
hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.
Perintah
untuk waspada terhadap orang munafik
Telah
banyak ayat-ayat al-Quran yang menunjukkan agar kita selalu waspada terhadap sifat munafik dan
pelakunya. Bersamaan dengan banyaknya ayat-ayat yang menerangkan hal tersebut
Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam pun juga memberikan peringatan
kepada umatnya agar selalu waspada terhadap sifat nifak dan pelakunya.
Berikut
dalil-dalil dari al-Quran
الْمُنَافِقُونَ
وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya
: “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan,
sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang
mungkar dan melarang berbuat yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya.
Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya
orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” At-Taubah: 68.
وَإِذَا
لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ
قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Artinya : “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang
beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka
kembali kepada syaitan-setan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami
sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok".” Al-Baqoroh: 14.
مُذَبْذَبِينَ
بَيْنَ ذَلِكَ لا إِلَى هَؤُلاءِ وَلا إِلَى هَؤُلاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ
فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلا
Artinya
: “Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang
demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang
beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa
yang disesatkan Allah suhanahu wata’ala, maka
kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” An-Nisa’: 143.
وَلِيَعْلَمَ
الَّذِينَ نَافَقُوا وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أَوِ ادْفَعُوا قَالُوا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالا لاتَّبَعْنَاكُمْ هُمْ لِلْكُفْرِ
يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلإيمَانِ يَقُولُونَ بِأَفْواهِهِمْ مَا لَيْسَ
فِي قُلُوبِهِمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ
Artinya
: “dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang
yang munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah
atau pertahankanlah (dirimu)". Mereka berkata: "Sekiranya kami
mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu". Mereka
pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan
dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah
suhanahu wata’ala lebih mengetahui apa yang mereka
sembunyikan.” Al-Imran : 167.
Peringatan dari Rosulullah sallallahu
‘alaihi wa-sallam
Rosulullah
sallallahu ‘alaihi wa-sallam sangat mengkhawatirkan ummatnya terhadap bahaya
yang ditimbulkan dari sifat kemunafikan dan orang-orang munafik itu sendiri.
Banyak sabda beliau yang menerangkan tentang akhlak mereka yang tercela, dengan
diterengkannya hal ini diharapakan kaum muslimin berhati-hati dan selalu waspada
terhadap sifatnya dan pelakunya, hadits-hadits beliau diantaranya;
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " إِنَّ
أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ "
Artinya:
dari Umar bin al-Khothob ra, bahwa Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam
bersabda: “ perkara yang mengkawatirkan ummatku yang paling aku takuti
adalah orang munafik yang mahir dalam bersilat lidah.” [8]
al-Manawi
berkata di dalam tafsirnya[9]
: “setiap orang munafik itu pandai bersilat lidah, yaitu mengetahui ilmu,
fasih dalam berbicara namun hatinya buta dan enggan beramal, rusak aqidahnya,
lari dan kabur paling cepat, mengeluarkan kata-kata dari kerongkongannya.”
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ
الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا
اؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya:
“Dari Abu Huroiroh ra, bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda : “tanda-tanda
orang munafik itu ada tiga, jika berkata ia berbohong, jika berjanji ia
mengingkari, jika ia diperaya ia khianat.”
[10]
Hadits
Abu Sa’id al-Khudhri ra, ada beberapa orang munafik pada masa Nabi sallallahu
‘alaihi wa-sallam, yang ketika beliau keluar untuk berperang, mereka enggan
untuk ikut dan lebih senang ditempat duduk mereka. Ketika beliau dan para
sahabatnya datang dari sehabis berperang maka mereka mengemukakan alasan dan
bersumpah dan mereka ingin dipuji dengan apa yang mereka tidak kerjakan..”[11]
Macam-macam
nifak[12]
Di dalam pemabahasan ini sifat nifak
sama halnya dengan kufur, ada nifak yang menyebabkan pelakunya keluar dari
Islam begitu sebaliknya tidak mengeluarkan dari Islam.
Para ulama berbeda pendapat dan ada
yang tidak mengenai macam dari nifak. Imam Tirmidzi, Ibnu ‘Arabi al-Maliki,
Ibnu Katsir, Ibnu Hajar membagi nifak menjadi dua, nifak I’tiqodi yang dapat
mengeluarkan pelakunya dari Islam, kemudian nifak amal, berkata Imam Tirmidzi
dalam ta’liq hadits (أربع من كن فيه كان
منافقاً) Berkata: “maka dari
hadits ini ulama ahlu Ilmi sepakat yaitu nifak amali. Demikan hal ini yang di
riwayatkan dari Hasan al-Bashri bahwa beliau berkata : “nifak itu ada dua,
nifak amal daan nifak takdzib (ingkar).”[13]
Ibnu Katsir berkata[14]
: “nifak adalah menampakkan kebaikan dan menutupi kejelekan, dan macamnya ada
dua: pertama nifak I’tiqodi dimana pelakunya kekal di neraka, kedua amali
dimana ini adalah salah satu dari perbuatan dosa besar.”
Ibnu Hajar berkata[15]:
“nifak secara bahasa adalah amalan hati (batin) yang menyelisihi dhohirnya.
Adapun jika meninggalkan keimanan dan menampakan Islam maka nifak kufur. Namun
jika tidak maka nifak amal.”
Sebagai penekanan pembagian nifak
diatas, maka nifak terbagi menjadi dua;
Nifak Ashghor
Nifak
ashghor yaitu salah satu dari dosa-dosa besar yang paling besar. Namun pelakunya
tidak akan dikekalkan di dalam neraka. Dinamakan nifak kecil apabila perbuatan
seseorang nampak jelas berbeda dengan apa yang telah disyariatkan oleh
syara. Diantara contoh-contoh nifak
kecil ialah:
(1). Mudah dan suka berdusta dalam ucapan atau
perkataannya sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam al-Quran dan sabda Nabi
Muhammad sallallahu 'alihi wa-sallam:
وَاللهُ يَشْهَدُ اِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ
لَكَاذِبُوْنَ
Artinya:“Dan
Allah suhanahu wata’ala mengetahui bahawa sesungguhnya orang-orang munafik
benar-benar orang pendusta (pembohong)”,
Al-Munafiqun, 63:1.
اِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ اِلَى الْفُجُوْرِ ، وَاِنَّ
الْفُجُورَ يَهْدِيْ اِلَىالنَّارِ ، وَلاَ يَزَلُ الرَّجَلَ يَكْذِبُ وَتَحَرَّى
الْكَذِبَ حَتَّى يَكْتُبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا.
Artinya
: "Sesungguhnya dusta itu mengarah kepada kemaksiatan, kemaksiatan
mengarah kepada neraka. Sesungguhnya
seseorang itu akan terus berdusta dan sentiasa mencari celah dusta sehingga ia
dicatit di sisi Allah sebagai pendusta".
(2). Tidak menepati janji sebagaimana sabda Nabi
Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam:
وَاِذَا وَعَدَ اَخْلَفَ
Artinya
: "Dan apabila berjanji ia tidak menepatinya." (HR: Bukhori,
kitab iman, bab tanda-tanda orang munafik. no 34)
(3). Mengkhianati amanah sebagaimana larangan Nabi
Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam dari melakukan pengkhianatan:
وَلاَ تَخِنُ مَنْ خَانَكَ
Artinya
: "Janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianati kamu."
(HR: Bukhori, kitab iman, bab tanda-tanda orang munafik. no 34)
(4). Curang atau keluar dari peraturan akhlak
Islamiyah apabila berlaku pertengkaran atau ikhtilaf (berselisih faham),
misalnya berkata bohong dalam menjelaskan perkara yang sebenar atau
melebih-melebihkan permasalahan dengan segala kebohongan dan penipuan. Rasulullah bersabda:
عن عبد الله
بن عمرو : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : أربع من كن فيه كان منافقا وإن كانت
خصلة منهن فيه كانت فيه خصلة من النفاق حتى يدعها : من إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف
وإذا خاصم فجر وإذا عاهد غدر
Dari Abdullah bin Amru,
dari Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda: “empat perkara jika
ada pada diri seseorang maka ia adalah munafik yang murni, sedang yang ada
padanya terdapat satu dianataranya, maka didalamnya terdapat sifat-sifat
kemunafikan sehingga ia meninggalkannya: Apabila berkata ia dusta, jika ia
berjanji tidak menepatinya, apabila bertengkar ia berlaku curang dan apabila
berjanji dia berkhianat". HR: Tirmidzi, 5\19.
(5). Gemar menipu (penipuan) sebagaimana yang
dijelaskan oleh Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam:
اِنَّ الْغَادِرَ يُنْصَبُ لَهُ لِوَاءٌ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ فَيُقَالُ : هَذِهِ غَدْرَةُ فَلاَنِ بْنِ فُلاَنٍ
Artinya:
"Sesungguhnya setiap penipu akan dipancangkan baginya sebuah bendera
dan dikatakan ini adalah penipuan si
Fulan anak si Fulan". HR: Bukhari
(5710) Al-Adab.
Nifak
Akbar
Dalam
pembahasan ini agar memudahkan memahaminya maka penyusun makalah mengambil
pengertian dari apa yang disebutkan oleh Ibnu Rojab[16]:
“Nifak Akbar adalah seseorang menampakkan keimanan kepada Allah suhanahu
wata’ala , Malaikat, Kitab-kitab-Nya, Rosul-Nya, serta hari kiamat dan ia
menyembunyikan apa yang membatalkan dari keimanan tersebut, baik secara
keseluruhan atau sebagian darinya. Yang demikianlah yang terjadi pada masa Nabi
Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam dan al-Quran turun mencela orang-orang
munafik dan mengkafirkan mereka, dan al-Quran juga mengabarkan tempat yang
mereka huni adalah kerak dari neraka jahanam.”
Adapun
ayat yang menerangkan atas kafirnya dan akibat yang mereka tanggung di akhirat,
diantaranya ;
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا
بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ
Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami
beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya
bukan orang-orang yang beriman.” Al-Baqoroh: 8.
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ
عَذَابًا أَلِيمًا
Artinya: “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka
akan mendapat siksaan yang pedih.” An-Nisa’: 138.
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ
الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan)
pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan
mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” An-Nisa’: 145.
وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ
وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ
حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ
Artinya: “Allah suhanahu
wata’ala mengancam
orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka
Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah
melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal.” At-Taubah: 68.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ
الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ
وَبِئْسَ الْمَصِيرُ يَحْلِفُونَ
بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ
إِسْلامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا وَمَا نَقَمُوا إِلا أَنْ
أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا
لَهُمْ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ فِي الأرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ
Artinya: “Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan
orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka
ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya. Mereka
(orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak
mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan
perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam, dan mengingini apa
yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan
Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya
kepada mereka. Maka jika mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka,
dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang
pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung
dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” At-Taubah: 73-74.
لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ
إِيمَانِكُمْ
Artinya: “Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman.” At-Taubah: 66.
Nash-nash di atas menerangkan kejelekan dari bermacam-macam orang
kafir dan balasan yang akan diperoleh kelak di akhirat, yaitu ditempatkan di
keraknya neraka jahnnam, dikarenakan mereka terus menambah kekufuran, berdusta,
mencampur adukkan yang hak dan bahtil serta penuh makar terhadap kaum muslimin.
Syaikh Ibrahim bin Muhammad al-Buraikan[17] menerangkan : “nifak
akbar dan ashgor sama halnya pembagiannya dengan kufur akbar dan asghor, akan
tetapi nifak adalah perkara yang paling mengkhawatirkan dari pada kufur,
dikarenakan kekufuran perkara yang tampak dan orang dapat mengetahuinya. Adapun
nifak adalah perkara yang samar (tersembunyi) sulit orang untuk mengetahuinya,
dengan demikian orang munafik lebih berbahaya dari pada orang kafir, dan pantas
saja ia mendapatkan tempat di keraknya neraka.”
Bentuk-bentuk dari nifak akbar
Syaikh Ibnu Taimiyyah menyebutkan beberapa
bentuk nifak akbar : “nifak akbar menjadikan pelakunya kekal di kerak neraka,
sebagaimana kemunafikan Abdullah bin Ubay bin Salul, ia tampakkan kedustaanya tentang
Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam, mengingkari sebagian yang datang
kepada beliau, membencinya atau tidak percaya akan wajibnya mengikuti beliau,
senang jika Islam direndahkan dan benci jika Islam berkembang, dan lainnya. Hal
mana ini akan menjadikan pelakunya menjadi musuh Allah suhanahu wata’ala Rosul-Nya, dan perkara ini telah ada pada masa
Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam, dan umat setelah beliau, bahkan
jauh lebih banyak dari zamannya....”[18]
Beberapa macam bentuk nifak akbar,
sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab [19] di mana beliau membagi
menjadi enam ; 1. Mendustakan Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam atau
sebagian yang datang kepada beliau. 2. Membenci Rosulullah sallallahu ‘alaihi
wa-sallam, atau membenci sebagian yang datang kepada beliau. 3. Senang jika
Islam direndahkan. 4. Enggan menolong agama Rosulullah sallallahu ‘alaihi
wa-sallam, enam macam ini adalah bentuk dari nifak akbar yang pelakunya kekal
di kerak neraka jahanam.
Melihat ayat-ayat yang menerangkan keadaan orang-orang munafik dan
para mufasir menerangkannya, maka dapat di kategorikan juga bebarapa bentuk
nifak lainnya, diantaranya;
1.
Menyakiti dan mencela Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam.
2.
Menanpakkan perwawala’ an kepada kaum kafir dan menolong mereka
memerangi kaum muslimin.
3.
Menghina, mencemooh orang beriman lantaran ketaatannya kepada
Allah suhanahu wata’ala dan Rosul-Nya.
4.
Menolak dan berpaling dari hukum Allah suhanahu wata’ala dan Rosul-Nya.
Jika seorang sudah terjerumus di salah satu sifat ini maka ia
keluar dari Islam, dan sifat-sifat di atas lebih banyak berkaitan dengan hak
Rosulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam, Syaikh Ibnu Taimiyyah berkata: “nifak itu lebih banyak bersangkutan
dengan hak Rosul sallallahu ‘alaihi wa-sallam, dan banyak ayat al-Quran yang
menerangkan orang-orang munafik pada masa beliau..”[20]
Bahayanya
sifat nifak dan pelakunya
Adanya orang-orang munafik menjadi
ancaman besar bagi umat Islam. Mereka menikam dari belakang dengan
sembunyi-sembunyi, hal mana ini harus menjadi perhatian khusus bagi umat hari
ini. Orang munafik lebih berbahaya dari pada orang kafir.
Ibnu Qoyyim ra Berkata,[21]:
“orang zindik adalah mereka yang menampakkan keislamannya dan mengikuti Rosul,
dan menyembunyikan kekufuran dan memusuhi Allah suhanahu wata’ala dan para rosulnya, dapat juga dikatakan mereka
adalah orang munafik dan tempat mereka adalah keraknya neraka, sebagaimana
firman Allah suhanahu wata’ala : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada
tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan
mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” An-Nisa’
: 145.
Keadaan dan hukum-hukum
seputar orang-orang munafik
Asal hukum munafik
Orang
munafik pada masa Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam pada hakikatnya adalah
seorang zindik, dan mensematkan sifat nifak pada diri seseorang sama juga
menyatakan ia murtad. Adapun dalam mu’amalah kepda mereka disamakan dengan
mu’amalah kepada kaum muslimin, dikarenakan kita tidak dapat menjenguk isi
hatinya.
Ibnu
Qudamah Berkata [22] :
“Zindik adalah yang menampakkan keislaman dan menutupi kekufuran. sama halnya
dengan munafik pada masa Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam.”
Dalam
masalah ini sedikit penyusun akan memaparkan pendapat para ulama, yang diambil dari
kitab Masail fin Nifak karangan Syaikh Umar bin Mahmud[23],
beliau menerangkan, diantaranya;
Imam
al-Baghowi Berkata [24] : “para
ulama berpendapat bahwa islamnya orang zindik dan orang bathiniyyah tidak
diterima dalam keadaan apapun, ini adalah perkataan Imam Malik dan Imam Ahmad.”
Imam
Malik Berkata: “munafik pada masa Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam sama halnya
dengan zindik pada hari ini, bunuhlah ia tanpa diminta dulu bertaubat...”[25]
Ibnu
Salamun Berkata [26]:
“adapun jika ia menyembunyikan kekufuran adalah zindik, menurut kami hukumnya
adalah kafir tanpa dimintai untuk bertaubat, dan taubatnya tidak diterima.
Aadapun
hujjah bagi mereka yang berpendapat dibunuhnya orang zindik adalah sama halnya
dengan dibunuhnya orang murtad, sebagaimana sabda Nabi sallallahu ‘alaihi
wa-sallam: “barangsiapa yang berpindah keyakinan (agama) bunuhlah ia.”[27]
Taubat orang munafik
Setelah Allah subahanahu
wata’ala membongkar sifat-sifat orang-orang munafik, Allah subahanahu
wata’ala tidak menutup pintu bagi mereka. justru membukakan pintu taubat
dengan syarat-syaratnya. Seperti firman Allah subahanahu wata’ala :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ
تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا إِلا
الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ
لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ
أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya : "Sesungguhnya
orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi
mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang
teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena
Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang beriman dan kelak Allah akan
memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar."( QS.
An-Nisa: 145-146.)
Di antara tanda-tanda
sempurnanya taubat mereka adalah mereka memperbaiki apa yang dirusak oleh sifat
munafik mereka. Serta agar mereka hanya berpegang pada Allah subahanahu
wata’ala saja bukan kepada manusia. Dan dengan ikhlas beribadah kepada
Allah subahanahu wata’ala , hingga Allah subahanahu wata’ala mengikhlaskan
mereka untuk agama-Nya. Dengan itu, mereka bergabung ke dalam barisan kaum
mu'minin yang jujur. Dalam surah lain, Allah subahanahu wata’ala berfirman:
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ
الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا وَمَا
نَقَمُوا إِلا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنْ
يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ
عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ فِي الأرْضِ مِنْ
وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ
Artinya : "Mereka
(orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak
mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan
perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam, dan mengingini apa
yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan
Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya
kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka,
dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang
pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung
dan tidak (pula) penolong di muka bumi." (QS.at-Taubah: 74)
Jika seorang munafik
mengakui kezindikannya atau kemunafikannya kemudian sebelum ia mati maka
diterima taubatnya. Sebagaimana yang dikatrakan al-Qodhi Abu Ya’la[28]
: “jika seorang munafik mengakui akan kezindikannya kemudian ia bertaubat
maka diterima taubatnya, karena dengan ia mengakui kezindikannya maka ia
terlepas dari mendapat had orang zindik. Orang zindik adalah ia yang
menyembunyikan kekufuran dan mengingkarinya serta tidak menampakkan
kekufurannya. Jika ia mengakui akan perbuatannya kemudian bertaubat maka ia
terlepas dari had dan diterima taubatnya.”
Dalam
perkara ini para ulama bersepakat akan pendapat diatas, sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnu Rosyid al-Jad.[29]:
“Ulama madzhab sepakat dalam perkara ini.”
Berkata
Imam Ahmad: “orang-orang zindik hukumnya dibunuh, tidak ada taubat bagi
mereka...”[30]
Sikap
Nabi dan para sahabat terhadap orang-orang munafik
1.
Dilarang
mengambil teman dari orang munafik, diakrenakan meraka adalah perusak.
Allah
suhanahu wata’ala berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا
تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا
عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ
أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil
menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka
tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang
menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan
kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (ali- Imran 118-120)
Ayat di atas menegaskan kepada kaum muslimin agar berhati-hati
terhadap orang-orang munafik, dan dari mengambil teman yang membeberkan rahasia
apa-apa yang tersembunyi dari
orang-orang beriman.
Dan dalam ayat di atas menerangkan sebab-sebab kenapa harus
berhati-hati kepada mereka. Orang-orang munafik yang disebutkan dalam ayat ini
adalah yang terjadi setelah terjadinya perang uhud, dimana mereka tidak memberi
pertolongan dan menelantarkan Nabi muahammad dan para sahabat, yang mereka
dibawah pimpinan Abdullah bin Ubay bin Salul...”[31]
2.
Tidak
disolati orang munafik jika ia mati dan tidak boleh ikut serta menguburkan mereka dan memohon ampun untuk
mereka. Allah berfirman;
اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لا تَسْتَغْفِرْ
لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ
لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي
الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Artinya:
“Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu
mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendati pun kamu memohonkan
ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi
ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah
dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” At-Taubah 80.
Allah
berfirman;
وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ
أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
Artinya: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan
(jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri
(mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan
Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” At-taubah 84.
Berkata Imam al-Qurthubi [32] berkenaan ayat di atas:
“ayat ini turun berkenan denagn Abdullah bin Uabay bin Salul yang disolati oleh
Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam. Hal mana perkara ini telah
disebuatkan di dalam shohihaini, dan dalam riwayat lain yang meceritakan Nabi
Muahammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam mensolati jenazah Abdullah bin Ubay, kemudian
ayat ini turun menegur beliau. Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad
sallallahu ‘alaihi wa-sallam ketika hendak mensolatkan jenazah Abdullah bin
Ubay datang malaikat jibril kepada beliau kemudian membacakan ayat َولا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا ketika mendengar ayat yang dibaca jibril
lantas beliau pergi dan tidak mensolatkannya.”
Dalam riwayat lain –shohih bukhori- disebuatkan, bahwa Ibnu Abbas
berkata : “ Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam solat kemudian beliau keluar,
ketika beliau berhenti disuatu tempat turun ayat kepada beliau ولا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا .[33]
3.
Dilarang
ikut berperang bersama nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam.
فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَى طَائِفَةٍ مِنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ
لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ
عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ
الْخَالِفِينَ
Artinya: “Maka jika Allah mengembalikanmu kepada satu golongan dari
mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk ke luar (pergi berperang),
maka katakanlah: "Kamu tidak boleh ke luar bersamaku selama-lamanya dan
tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi
berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah (tinggallah) bersama
orang-orang yang tidak ikut berperang.”
At-Taubah, 83.
Imam
al-Qurthubi[34]
berkata mengenai ayat di atas : “hukuman bagi mereka adalah jangan menjadikan
ia teman selamanya, hal ini menunjukkan bahwa mengambil teman orang yang
menghalang-halangi dalam berperang adalah tidak boleh.
Dalam hal
ini orang-orang munafik memisahkan diri dari barisan kaum muslimin ketika
terjadi peperangan dan menyingkir dari kaum muslimin dengan demikian ini
menjadi sebab dilarangnya orang-orang munafik ikut serta kaum muslim, karena
jika mereka mengikuti akan memecah belah barisan.[35]
4.
Memerangi
orang munafik dan bersikap keras kepada mereka.
Adapun sikap lain ketika berhadapan
dengan orang-orang munafik adalah ;
1.
Mencela
mereka dan menasehatinya.
Sebagaimana yang tercantum di dalam
al-Quran, Allah suhanahu wata’ala berfirman;
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ
فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا
Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa
yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan
berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas
pada jiwa mereka.” an-Nisa,
63
2.
Dilarang
berdebat dengan mereka karena i mengkhianati dirinya.
Allah suhanahu wata’ala berfirman;
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ
بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا .
وَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا. وَلا
تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ
مَنْ كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, dan mohonlah ampun kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah
kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.”
an-Nisa, 105-107
3.
Merendahkan
mereka dan tidak memuliakannya.
Dari Buraidah bin
Hashib, diriwayatkan secara marfu’ : “janganlah kalian berkata kepada
orang-orang munafik (tuan), karena sesungguhnya jika kamu melakukannya maka
kamu telah membuat murka Allah suhanahu wata’ala .” (HR: an-Nasai dan Abu
Dawud)
Dalam suatu riwayat
disebutkan bahwa Khudzaifah bin al-Yaman mencela orang-orang munafik. [36]
Dengan
demikian kita sebagai ummat islam wajib berhati-hati dengan orang-orang
munafik, dengan segala daya dan upaya mereka ingin menghancurkan keutuhan kaum
muslimin dan memecah belah ummat. Di dalam ayat al-Quran telah diterangkan
bagaimana sifat-sifat orang munafik.
Disamping
kita mengetahui sifat dan ciri mereka kita pun dituntut untuk selalu waspada
dengan orang munafik disekitar kita, karena mereka tersebar dipenjuru dunia
mereka adalah orang yang plin-plan dan penuh tipu muslihat untuk menghancurkan
islam.
Adapun
dalam bermua’malah dengan mereka sama halnya kita bermua’amalah dengan kaum
muslimin secara umun,dikarenakan kita tidak dapat mengetahui perkara yang
tersembunyi di adalam hati mereka adapun jika telah tegak kepada mereka dalil
tentang kemunafikan mereka maka baginya had dan Iqob.
Demikian
makalah yang kami susun semoga menambah khasanah keilmuan kita, jika ada salah
di dalam penysunan makalah ini kami minta maaf, semoga selalu kita dibimbing
oleh Allah suhanahu wata’ala kepada
jalan yang benar, jalan yang selalu ditapaki oleh Nabi-nabi terdahulu, para
sahabat, dan orang-orang yang senantiasa berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah.
Amin. Wallahua’lam bissahowab..
Daftar pustaka:
1. Al Qur’an Al Karim
2. Al-Qurthubi, Abu Abdullah Muhammad
al-Anshori, Al-Jami’ Li Ahkamil Quran, tanpa tahun dan cetakan.
3. Ibnu Katsir, Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’anu ‘Adzim, Maktabah
Al-‘Ashriyah, bairut, 1414 H / 1994 M.
4.
Al-Atsqolani,
Ibnu Hajar, Fathul Baari Syarh
shahih Bukhori, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Bairut, Lebanon, tahun 1410 H / 1989
5. Ibnu Taimiyyah, Abu Abbas Ahmad bin
Abdul Halim, as-Shorimul Maslul ‘Ala Syatimirrosul, Bairut: Dar Kutub
al-Araby, 1416, cet ke-1.
6. Ibnu Taimiyyah, Abu Abbas Ahmad bin
Abdul Halim, Kitabul Iman, Bairut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1416, tanpa
cetakan.
7. Al Maqdisi, Ibnu Qudamah, Al Mughni,
(Kairo : Hijr, 1992, cet ke-2)
8. Al-Baghowi, Syarhu Sunnah,
(Beirut : Al Maktab Al Islami, 1983, cet ke-2.)
9. Idaroh ‘Ammah Lil Mabahits wa Ihyaa’I
Turats, Mu’jamul Wasith, (Istambul : Maktabah Al Islamiyah, cet ke-3)
10. Lisan arob,
Ibnu Mandzur, Darul Fikri, Beirut, Lebanon, tanpa tahun
11. Majmu’
Fatawa Ibnu Taimiyah, di kumpulkan oleh Abdurrahman
bin Muhammad bin Qosim, Muasasah Ar-Risalah, Bairut, lebanon, 1418 H / 1998 M
12.
Shahih
Muslim Bisyarhi An-Nawawi, Imam Nawawi, Darul
Kutub Al-Ilmiyah, Bairut, Lebanon, 1421 H / 2000 M.
13. Abdul Baqi, Muhammad, Luklu’ Wal
Marjan Fima Itafaqa ‘Alaihi Imamaini, ar-Riyadh: Maktabah darus Salam, 1414
H, cet ke-1.
14. Ibnu Rajab, Abu Farj Abdurrahman
Syihabudin, al-Jami’ul Ulum Wal Hikam, Bairut: Muassasah ar-Risalah, 1419 H, cet ke-7.
15. Abu Abdullah, Muhammad bin Abu Bakar Ayub
az-Zar’a, Thiriqul Hijratain Wa Babu as-Sa’adatain, tahqiq, Umar bin
Mahmud, Damam: Dar Ibnu Qoyim, 1414 H, cet ke-2.
16. Al-Wuhaibi, Muhammad bin Abdullah bin
Ali, Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah Wa Dhowabitu Takfir ‘Inda Salaf,
ar-Riyadh: Dar Salam, 1416 H, cet ke-1.
17. Al-Buraikan, Ibrahim bin Muhammad, al-Madkhol
Li Dirasah al-Aqidah al-Islamiyah ‘Ala Madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah, tanpa
cetakan.
18. Al-Maidani, Abdurrahman Hasan Hanbakah, al-Akhlaq
al-IslamiyahWa Asasiha, Damsyik: Dar al-Qolam, 1417 H, cet ke-4.
19. Al-Maidani, Abdurrahman Hasan Hanbakah, Dhohiratu
Nifaq Wa Khobaits al-Muanafiqin Fi Tarikh, Damsyik: Dar al-Qolam, 1417 H,
cet ke-1.
20. Al-Falasthini, Umar bin Mamud bin Abu
Umar Abu Qotadah, Masail Fi Nifaq, Mimbar Tauhid dan Jihad, www.
alsunnah. Info.
21. Al-Ishfahani, Imam ar-Raghib, Mu’jam
Mufradat Alfadhz al-QuranBairut: Dar al-Fikr, tanpa cetakan.
22. Ma’luf, Luwis, Munjid Fi Lughoh, Bairut:
Fi Syarif Min Nisan, 1980 M, cet ke-24.
23. Fairuz Abadi, Imam Mujidin Muhammad bin
Yakqub, al-Qomus al-Muhith, Bairut: Dar kutub al-Imiyah, 1415 H, cet
ke-1.
24. Ali Abdul Latif, Abdul Aziz bin
Muahmmad, Dirasat Syar’iyyah, an-Nifak Wal Munafikun..Tnabihat Wa Akhthor, Majalah
al-Bayan.
[1] Munjid fil A’lam, 828.
[2] Fathul Bari, 1\89.
[3] Lisanul ‘Arob, 1\358-359. Al-Mufrodat, 502. Qomus al-Muhit, 3\286. Syarhu Sunnah Imam al-Baghowi, 1\71. Tafsir
al-Qurthubi, 1\195. Dan dirojihkan di dalam kitab Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah,
2\148.
[4] Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 2\149.
[5] Lisanul ‘Arob, 10\359. Al-Iman Ibnu Taimiyah, 284.
[6] Dhohirotun Nifak, 1\53.
[7] Lihat: Tafsir Ibn Katsir.
1/76.
[8] HR: al-Faryabi dalam sifat munafik, hal 23. At-Thobroni, 4/706.
Sanadnya kuat.
[9] Tafsir al-Manawi, 1\52. Yang dinukil dari kitab Dirosat Syar’iyah,
Syaikh Abdul Aziz, 1\301.
[10] HR: Bukhori, kitab iman bab
tanda-tanda orang munafik, no. 34. Lu’luk wal marjan, 1\31. Muslim, kitab Iman
bab tanda-tanda orang munafik, di dalam syarh Imam Nawawi, 2\46. Fathul Bari,
1\89.
[11] HR: Bukhori, luklu’ wal Marjan, 2\887.
[12] Hal ini diterangkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Ali di dalam
kitab Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 2\147.
[13] Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 2\153. Yang dimaksudkan dari nifak
takdzib adalah menampakkan Iman melalui lisan dan perbuatan akan tetapi ia
mengingkari dalam hati, sebagaimana orang-orang munafik pada masa Nabi Muhammad
saw.
[14] Tafsir Ibnu Katsir, 1\47.
[15] Fathul Baari, 1\89.
[16] Jami’ul Ulum wal Hikam, 403.
[17] Al-Madkhol li dirosah Islamiyah ‘ala madzhab Ahlu Sunnah: 161.
[18] Majmu’ fatawa: 28\434.
[19] Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 1\109.
[20] Al-Iman, 285. Nawaqidhul Iman al-I’tiqodiyah, 2\160.
[21] Thoriqul Hijratain, 461-467.
[22] Al-Mughni ma’a Syarhul Kabir , 7\172.
[23] Masail fin nifak, 45-48.
[24] Syarhus Sunnah, 10\243.
[25] Ini adalah perkataan Ibnu Abdul Bar di dalam al-Istidzkar :22\146.
Tabshirotul Hukam fi Ashwabil Ahkam, 2\193.
[26] Tabshirotul Hukam fi Ashwabil Ahkam, 2\268.
[27] Al-Muahadzab Imam asy-Syairozi, 2\222-223. Kifayatul Ahyar Imam Hashkafi, 2\125.
[28] As-Shorimul Maslul, 3\687.
[29] Masailul nifak, 8.
[30] Masailul Nifak, 10.
[31] Dhohirotun Nifak, 1\285.
[32] Al-Jami’ al-Ahkamul Quran,juz 8. hal 218-219.
[33] Shohih Bukhori juz 1. Hal: 45, Bab larangan mensolatkan orang munafik
dan meminta ampunan untuk orang musyrikin. Nomor 1300.
[34] Al-Jami’ al-Ahkamul Quran,juz 8. Hal 219.
[35] Akhlak Islamiyah wa Asasuha, juz 1 hal 618.
[36] Dikeluarkan oleh al-Kholal didalam as-Sunnah, juz 5 hal 70.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar