Ibnu Khuzaimah
Nama,
kelahiran, dan sifat-sifatnya
Dia adalah Abu Bakar Muhammad bin Ishaq
bin Khuzaimah bin Mughirah bin Shaleh bin Bakar As Salmi An Naisaburi Asy
Syafi’i. ia dilahirkan pada busan Safar
tahun 223 H di Naisabur[1].
Mengenai sifatnya, Imam As Subki
mengatakan, “Pada suatu hari, seseorang berkata, “Bagaimana seandainya
mengenakan pakaian yang indah?” Ia berkata, sama sekali aku tidak memperhatikan
diriku sendiri, meskipun aku mempunyai pakaian lebih dari dua.”
Pada suatu hari, pernah ada seorang yang
mengatakan, “Bagaimana jika seandainya kamu memotong rambutmu di pemandian
umum?”Maka ia berkata, “Bagiku tidak ada hadits shahih yang menerangkan bahwa
Rasulullah memasuki pemandian umum dan mencukur rambutnya. Budak perempuankulah
yang memotong rambutku dengan gunting.”
Perjalanan menuntut ilmu
Sudah
sejak lama Ibnu Khuzaimah menginginkan untuk pergi (rihlah) untuk mendengarkan
hadits Rasulullah, ketika itu ia senang berpergian ke Qutaibah, maka ia meminta
izin kepada ayahnya, ayahnya menjawab, “Bcalah al Qur’an terlebih dahulu sampai
aku mengijinkanmu.” Kemudian hari Ibnu Khuzaimah berkata, “Aku telah
menyelesaikannya”, ayahku berkata, bacalah dalam shalat sampai kamu
menyelesaikannya, lalu aku melakukannya. Tatkala aku datang padanya iapun
mengizinkanku. Akupun pergi ke Marru, di Marru aku mendengarkan hadits dari
Muhammad bin Hasyim.
Bermula
dari sinilah Ibnu Khuzaimah memulai rihlahnya ketika itu beliau berumur 17 th
dan rihlah yang ia lakukan sampai ke bagian Timur.
Sanjungan para Ulama’ terhadapnya
Imam
Adz Dzahabi mengatakan, “Ibnu Khuzaimah adalah seorang Al Hafizh, menjadi
sandaran hujjah, ahli fikihh, syeikh Al islam dan imama para imam.”[2]
Abu
Al Hasan Ad Daruquthni mengatakan: “Ibnu Khuzaimah adalah seorang imam, ahli
hadits yang sangat teliti dan ulama yang tiada duanya.”
Al
Isnawi dalam thabaqatnya mengatakan: “Ibnu Khuzaimah menjadi satu-satunya imam
pada masanya di Khurasan. Oleh karena itu, muruid-muruid dari berbagai negeri
berdatangan padanya.”
Al
hakim mengatakan, “Menurutku, kelebihan-kelebihan Ibnu Khuzaimah, jika ditulis,
dikumpulkan dalam banyak halaman buku, sementara karya-karyanyalebih dari dua
ratus empat puluh buku. Itu belum karya-karyanya yang berisi masalah-masalh
khusus yang terdiri lebih dari seratus juz. Ia mempunyai karya yang membahas
fiqih hadits buraidah sebanyak tiga juz.[3]
At
Taj as Subki mengatakan’ “Ibnu Khuzaimah adalah seorang mujtahid mutlaq, lautan
ilmu yang tidak mongering, ulama besar yang tidak terkalahkan hujjahnya, manusia
yang mengumpulkan ilmu-ilmu yang terpisah-pisah dan manusia yang derajatnya tinggi sehingga didatangi oleh
berbagai ulama’ besar pada masanya.
Keluasan Ilmunya dan cara mendapatkannya
Suatu
hari, Ibnu Khuzaimah ditanya oleh seseorang, “dari mana engakau mendapatkan
ilmu? ”Ibnu Khuzaimah menjawab, “Rasulullah bersabda:
“Air Zamzam memberikan faedah sesui dengan
yang diinginkan ppeminumnya.”
Abu
Muhammad Husainak mengatakan: “Aku mendengar Abu Bakar menukil dari Ali bin
Khasyram bin Rahawaih bahwasanya ia berkata: “Aku sudah hafal tujuh puluh ribu
hadits, kemudian aku bertanya kepada Ibu Khuzaimah, “Berapakah hadits yang
telah kamu hafal? “Ibnu Khuzaimah dengan memegang kepalaku sambil menjawab,
“Kamu terlalu mengurusi pekara yang kurang ada gunanya, aku tidaklah menulis
hitam di atas putih melainkan aku telah mengetahuinya.”
Abu
Hatim ibu Hibban at Tamimi mengatakan, “Aku tidak mengetahui manusia di atas
bumi yang hafal sunnah Rasulullah saw beserta lafal-lafalnya yang shahih dan
tambahan-tambahan padanya hingga seolah seluruh sunnah Rasulullah saw berada di
depan kedua matanya, kecuali Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah.”[4]
Muhammad
bin Ismail as Sukkari mengatakan: “aku mendengar ibnu Khuzaimah mengatakan,
“Aku menghadiri majlis Al Muzni, lalu ada yang bertanya kepadanya tentang
pembunuhan Syibh Al Amdi, “esungguhnya membagi pembunuhan dalam al
Qur’an menjadi dua macam, yaitu pembunuhan yang disengaja dan pembunuhan yang
tidak sengaja. Kenapa kamu membaginya menjadi tiga macam? Kamu juga menggunakan
hadits dari riwayat Ali bin Zaid bin Jda’an.”
Al
Muzni diam,kemudian aku mengatakan kepada orang yang mencoba mendebat dengan al
Muzni tersebut, “Hadits tersebut juga diriwayatkan Ayyub dan Khalid al Hidza.
“Orang yang mengajak debat tersebut bertanya, “Kalau begitu, siapakah Aqabah
bin Aus? “Aku menjawab, “Syeikh dari Bashrah, yang ibnu Sirin telah mengambil
riwayat darinya, meskipun ibnu Sirin sendiri adalah ulama besar, “Orang
tersebut berkata kepada Al Muzni, “Kamu yang ikut berdebat atau dia. “Al Muzni
mengatakan, apabila menyangkut masalah hadits, maka dialah yang menanganinya,
karena dia lebih tahu tentang hadits dari padaku, baru setelah itu aku bicara.”
Adz
Dzahabi mengatakan, “Imam ini adalah ulama besar yang menguasai biografi para
perawi hadits. Sebagaimana yang diriwayatkan guru al Hakim yang bernama Abu
Bakar Muhammad bin Ja’far, Inbu Khuzaimah mengatakan, “Aku tidak mengambil
hujjah dari syahr bin Hausyab, Harits bin Utsman, karena madzhab yang mereka
anut; Abdullah bin Umar, Baqiah, Muqatil bin Hayan, Asy’ats bin Sawwar, Ali bin
Jud’an, karena buruk hafalannya; Ashim bin Abdillah, Ibnu Aqil...
Keteguhannya dalam mengikuti sunnah
Adz
Dzahabi mengatakan, “Barangsiapa yang berikrar seperti itu karena membenarkan
al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah saw, beriman dengan yang diikrarkan
tersebut, menyerahkan maknanya kepada Allah swt, tidak masuk dalam takwil dan
tidaka mendalam padanya, maka ia adalah seorang muslim yang mengikuti sunnah
Rasulullah saw.”
Dan
barangsiapa yang menolak hal tersebut, namun ia tidak mengerti keterangannya
dalam al Qur’an dan sunnah Rasulullah saw, maka ia adalah orang yang lalai.
Bagi orang yang demikian, Allah akan mengampuninya karena tidak ada perintah
yang mewajibkan kepada setiap muslim untuk menghafalkan semua keterangan
tentang hal tersebut.”
Sedangkan
barangsiapa yang menolak hal tersebut setelah ia tahu, menjalani jalan yang
bukan jalan orang salafush Shalih, dan memahami dengan akal terhadap nash, maka
urusannya adalah kepada Allah, kita berlindung kepadaNya dari kesesatan dan
hawa nafsu.”
Abu
Al Walid Hassan bin Muhammad al Faqih mengatakan, “Aku mendengar Ibnu Khuzaimah
berkata’ Al Qur’an adalah kalamullah, barangsiapa yang mengatakan bahwa al
Qu’an adalah makhluq maka ia adalah kafir yang harus disuruh bertaubat, jika ia
mau bertaubat maka dibiarkan, dan jika ia tidaka mau bertaubatmaka dibunuh, dan
tidak dikuburkan di pemakaman kaum muslimin.
Adz
Dzahabi mengatakan, “Ibnu Khuzaimah disegani dan dihormati orang, kerena ilmu,
agama, dan keteguahannya dalam mengikuti sunnah. Ia mempunyai kitab yang
berjilid besar dalam masalah tauhid. Dalam kitab tesebut ia melakukan takwil
terhadap hadits tentang dapat dilihatnya Allah besok hari kiamat.
Al
Hakim mengatakan, “Aku mendengar Abu Amr bin Ismail mengatakan, “Aku pernah
berada di majelis Ibnu Khuzaimah. Saat itu, ia meminta tolong kepadaku untuk
mengambilkan pena. Lalu, aku memberikan pena tersebut kepadanya dengan tangan
kiriku karena tangan kananku berwarna hitam sebab terkena tinta yang aku
menggunakan menulis.
Namun
ia tidak mau mengambil pena tersebut dari tanganku. Sebagian teman-temannya
mengatakan kepadaku, “Sebaiknya kamu memberikan pena itu dengan tangan kananmu.
“Aku mengambil pena dengan tangan kananku dan memberikannya kepadanya, lalu ia
mau mengambilnya.
Guru dan Muridnya
Guru-gurunya: Adz Dzahabi mengatakan, “Ibnu Khuzaimah menimba
ilmu dari syeikh Ishaq bin Rahawiyah dan Muhammad bin Humaid, namun ia tidak
meriwayatkan hadits mereka karena ia berguru padaya tatkala ia masih kecil.
Selain
itu ia juga berguru kepada Mahmud bin Ghailan, Utbah bin Abdillah al Marwazi,
Ali bin Juhr, Ahmad bin Mani’, Basyar bin Mu’adz, Ubay bin Kuraib, Abdul Jabbar
bin Al Alla’, Ahmad bin Ibrahim ad Dauraqi dan saudaranya Ya’qub, Ishaq bin
Syahin, Amr bin Ali, Ziyad bin Ayyub,Muhammad bin Muhran al Jammal, Abu Said Al
Asyaj, Yusuf bin Wadhih Al Hasyimi, Muhammad bin Basyar, Muhammad bin Matsni,
al Husain bin Harits.
Selain
yang disebutkan di atas, ia juga masih mempunyai beberapa guru seperti; Muhammad
bin Abdil A’la ash Shan’ani, Muhammad bin Yahya, Ahmad bin Abdah adh Dhabbi,
Nashr bin Ali, Muhammad bin Ali, Muhammad bin Abdillah Al Makhzumi, Yunus bin
Abdil A’la, Ahmad bin Abdirrahman Al Wahabi, Yusuf bin Musa, Muhammad bin
Rafi’, Muhammad bin Yahya Al Qaththani, Salam bin Janadah, Yahya bin Hakim,
Ismail bin Bisyr bin Mansyur As Salimi, Al Hasan bin Muhammadaz Za’farani,
Harun bin Ishaq al Hamdani, Ishaq bin Musa al Khathami, Muhammad bin Abban al
Balakhi dan masih ada guru-gurunya yang belum disebutkan di sini.
Sedangkan
Murid-muridnya diantaranya adalah; Adz Dzahabi mengatakan,
“Murid-muridnya adalah Imam Al Bukhari dan Muslim, Muhammad bin Abdillah bin
Abdil Hakam, Ahmad bin Mubarak al Mustamli, Ibrahim bin Abi Thalib, Abu Hamid Asy Syarqi, Abu
Abbas Ad Daghuli, Abu Ali Al Husain bin Muhammad an Naisaburi, Abu Hatim Al
Basti, Abu Ahmad bin Adi, Abu Amr bin Hamdan, Ishaq bin Sa’ad An Nasawi,
Karya-karyanya
Abu Abdillah Al Hakim mengatakan,
sebagaimana yang kami ketahui, bahwa karya-karya Ibnu Khuzaimah ada sekitar
140, diantara buku-buku karya beliau adalah, kitab tauhid, sya’nud Du’a wa
Tafsirul Ad’iyah al Ma’tsurah ‘an Rasulullah, kitabul Asysibah, kitabul Imamah,
kitabul Ahwal, kitabul Iman wan Nudzur, kitabul Bir wash Shilah, kitabul Buyu’,
kitabut Tafsir, kitabut Tawakkal, kitabul Janaiz, kitabul Jihad, kitabud Dua,
kitabud Da’awat, kitab dzikr Naim Al Jannah, kitabush Shadaqah, kitab Shifat
Nuzulul Qur’an, kitab Shalatul Kabir, kitabush Shalah, dll.[5]
Akhir hidupnya
As
Subki mengatakan, “Ibnu Khuzaimah meninggal pada tahun 311 H. Sebagian penyair
telah mengenangnya dengan syair mereka;
Wahai Ibnu Ishaq, kau pergi menyisakan
sedih hati
Kedalam kubur kau pergi tinggalkan kami
Engakau pergi bukan karena ilmu memusuhimu
Kami bukan menguburmu tapi mengubur ilmu
Maroji’
1.
siyarul a’lam an nubala’.
2.
shahih ibnu khuzaimah.
3.
60 geografi ulama’ salaf syaikh ahmad farid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar