Nilai agung dibalik jernihnya hati
Ketika rasulullah saw sedang
bermajlis dengan para sahabatnya dimasjid, beliau bersabda “akan datang seorang
calon penghuni jannah.” Dari sabda beliau tersebut menimbulkan sejuta
pertanyaan didalam benak hati para sahabat. Siapakah kiranya orang tersebut?
Gerangan amalan apakah yang ia kerjakan, sehingga mendapat kedudukan jannah?. dengan
antusias semua mata para sahabat yang hadir tertuju kepintu masjid menunggu kedatangan
calon penghuni jannah.
Beberapa saat setelah para sahabat saling
bertanya-tanya perihal orang tersebut, datang laki-laki yang tak begitu dikenal
orang kebanyakan, yang keutamaannya hampir tidak diketahui oleh para sahabat,
inikah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw?. Keraguan dan penasaran pun
menyelinap disetiap hati para sahabat.
Perihal seorang calon penghuni jannah
itupun berlangsung selama tiga kali, setiap nabi saw dan para sahabat bermajlis
beliau selalu bersabda : “akan datang
seorang calon penghuni jannah.” Maka yang datang adalah laki-laki tersebut. Keraguan
perihal orang itupun mulai hilang, karena sudah tiga kali nabi bersabda akan
seorang calon penghuni jannah maka laki-laki itu yang selalu muncul.
Nmaun hal ini pun masih membuat salah
seorang sahabat semakin penasaran, amalan apa yang ia kerjakan sehingga nabi
saw menjulukinya sebagai calon penghuni jannah? Ia pun datang kepada laki-laki
tersebut, dan ia utarakan maksudnya untuk bermalam dirumahnya. Hal itu ia
lakukan lantaran ingin tahu apa yang ia kerjakan.
Pada hari pertama sahabat itu
mengikuti kegiatan yang dilakukan calon penghuni jannah tersebut, semuanya
terlihat biasa biasa saja. Pada malam harinya ia tidak mendapatkan dirinya
kecuali mengerjakan amalan wajib, membaca al-Quran dan ibadah sunnah lainnya,
kemudian ia tidur. Dan bangun ketika adzan berkumandang. Hal itu pun
berlangsung selama tiga hari.
Betapa herannya sahabat dibuatnya, semua amalan yang ia
kerjakan biasa saja. Hingga sahabat tersebut hilang kesabaran lantaran jatah
betamunya sudah habis, ia segera menemui tuan rumah dan menanyakan perihal
sabda Rosulullah saw mengenai dirinya. Ia berterus terang mengenai tujuannya
bermalam. Kemudian ia bercerita tentang pernyataan Rasulullah saw Dan bertanya,“Wahai fulan, sungguh kami dibuat
heran tentang engkau, sesungguhnya amalan istimewa apakah yang engkau kerjakan sehingga
engkau disebut oleh Rosulullah sebagai salah satu calon penghuni jannah? Bolehkah
engkau beritahukan kepada kami agar dapat mencontohmu”.? laki-laki calon penghuni jannah itu menjawab,” Wahai
sahabat, seperti yang engkau lihat selama ini dalam keseharian ku. Aku adalah
seorang muslim biasa-biasa saja dengan amalan biasa pula, begitulah adanya
mengenai diriku. Mungkin amalan ini yang belum aku beritahukan kepada mu. Ketahuilah,
setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku,
bermuhasabah. Ku maafkan orang-orang yang menyakitiku dan ku buang semua iri,
dengki, dendam dan perasaaan buruk kepada saudaraku sesama muslim yang bercokol
dalam hati. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas.
Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah saw menjuluki yang demikian.”
Mendengar keterangan dari laki-laki itu, wajah sang sahabat menjadi tersenyum
cerah. “Terima kasih fulan, atas hikmah yang engkau berikan. kami akan
memberitahu kepada para sahabat mengenai hal ini”. Sang sahabat pun lantas
pamit dengan membawa pelajaran yang sarat akan keagungan akhlaq.
Pembaca, betapa agungngya nilai sebuah amalan kecil, yang
mungkin dikebanyakan manusia dianggap biasa. Yah, membersihkan hati, bermuhasabah,
itulah kiranya yang laki-laki diatas lakukan sehingga Rosulullah saw menjulikinya
sebagai calon penghuni jannah. Membersihkan hati dari noda kemaksiatan, dari
rasa iri, dengki, dendam dan memaafkan orang lain. yang pada hakikatnya dari hati yang bersih menjadi kunci seorang
mendapat jannah. Sebagaimana laki-laki diatas.
Hati laksana kaca. Sebagai seorang hamba tentunya harus
senantiasa tekun membersihkannya agar ia tetap bersih dan terang. Tidak penuh
dengan bintik hitam dan noda. Hanya dengan membersihkan hati akan diraih
kebahagiaan dunia dan akhirat. Hati adalah anugrah yang Allah swt berikan
kepada setiap insan, dengan hati seorang dapat mengenali Rob-nya, dengan hati
yang bersih pula seorang dapat membedakan antara baik dan buruk, bahkan sebaliknya
adanya hati yang dianugrahkan kepada seseorang justru digunakan menyimpan
dendam, rasa iri, dengki dan prasangka buruk terhadap saudaranya.
Alangkah indahnya jika hati ini
bersih dari noda kejelekan, bersih dari fitnah syahwat dan syubhat yang membinasakan.
Dimana ia menjadi pusat ketenangan ketika hiruk pikuk dunia menghantui. Menjadi
sarana mendekatkan diri kepada sang pemberi rizki ketika gundah gulana. Dengan
demikian Kebahagiaan dan kesengsaraan yang ada bukan dinilai dari materi, namun
itu semua dapat dinilai dari hati. Hati adalah saksi yang akan menyelamatkan si
empunya atau membinasakannya. seorang yang kembali kepada Allah swt dengan hati
bersih, yang hidup tegak diatas kebenaran ia berhak mendapat jannah yang
dijanjikan Allah swt.
يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ
بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
”Pada hari di mana tiada manfaat harta benda dan anak-anak,
kecuali siapa yang datang dengan qalbun salim (hati yang selamat).” (QS. asy-Syu’ara 88-89)
Yang dimaksudkan adalah hati yang
selamat dari kesyirikan, tidak ragu terhdap Allah swt, yang selalu tegak dalam
kebenaran dan selalunya ikhlas dalam setiap keadaan. Begitulah keadaan hati
yang Allah swt janjikan jannah.
Macam hati manusia
Hati adalah pengerak semua anggota badan, jika hati sehat
maka apa yang di gerakkan adalah kebaikan dan bernilai ibadah, namun jika hati
telah kotor dengan maksiat ia akan membinasakan si empunya. Rosulullah saw
bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“dalam jasad
setiap insan ada segumpal daging, jika keadaan daging itu baik maka baik pula
seluruh anggota badan, namun jika yang terjadi sebliknya maka yaitu rusak, maka
rusaklah seluruh anggota badannya”. (HR: Bukhori)
Dengan demikian, hati yang Allah swt berikan kepada
setiap insan ada yang hidup dan mati. Yang para ulama membaginya menjadi 3:,
1.
Hati
yang sehat, tidak cacat dan banyak bercak hitamnya kemaksiatan.
Hati
yang selalunya teguh diatas kebenaran, didalamnya tidak ternodai dengan iri,
dengki dan prasangka buruk terhadap saudaranya. Hati yang membawa kepada
keselamatan didunia dan akhirat. Antara hati dan anggota badan lainnya menyatu
untuk melakukan kebaikan.
Sehatnya hati
adalah lantaran ia selalu terjaga dari perkara buruk, bersih dari hinanya
fitnah syahwat, selamat dari segala hinanya fitnah syubhat yang ada di
sekelilingnya. Hati yang sehat adalah ia mencintai karena Allah swt, membenci
karena Allah swt. Dan yang memberikan semua ketaatan dan kepasrahannya kepada
sang kholiq. Hati yang sehat adalah selalunya ikhlas dalam melakukan segala
perintah dan sesuai petunjuk Rosul-Nya.
2.
Hati
yang cacat.
Didalam
hati inilah tercampur ketaatan kepada Allah swt dan hawa nafsu. Antara baik dan
buruk saling bertentangan. Hati yang pada waktu tertentu takut kepada Allah
swt, dilain waktu ia masih gemar bermaksiat kepada-Nya. Hati yang didalamnya
ada cinta, ikhlas, namun didalamnya juga ada benci, riya’ dan angkuh.
3.
Hati
yang mati.
Didalamnya
tiada kehidupan, sehingga ketika sampai kepadanya peringtan ia tetap beku,
bagai karang tetap kokoh dalam keangkuhannya. Tiada cahaya ilahi yang datang
kepadanya melainkan tertolak begitu saja, Hati tersebut tidak menganal Robnya saerta
tiada ketundukan kepada-Nya, tiada menjalankan perintah sesuai dengan perintah-Nya.
Hati yang
mati selalunya menuruti kesenangan nafsu, meskipun mendapatkan murka dan
kebencian Allah swt dan Rosul-Nya dan kepada umat manusia. Kepada-Nya ia tidak
malu dalam bermaksiat, Semua itu tidak diperdulikannya, yang terpenting baginya
adalah keinginannya bisa terwujud. Bukan Allah swt sebagai pemimpinnya, namun
nafsu yang hina adalah pemimpinnya, kejahilan adalah petunjuk jalannya, yang
kesumuanya bertujuan mendapatkan kesenangan duniawi, nafsu yang terpenuhi.
Nah,
lantas dimanakah tingkatan hati kita? Apakah hati yang sehat, lurus tegak
diatas kebenaran, atau hati cacat yang tercampur untuk melakukan kebaikan dan
kejelekan atau hati yang mati?.
Hati yang selalu tunduk, pasrah dan
ikhlas adalah hati yang sehat –qolbul salim-. Sedang hati yang enggan dengan
cahaya ilahi, menolak kebenaran adalah hati yang mati. Dan hati yang terombang
ambing adalah hati yang sakit, ia dapat membawa kepada keselamatan namun juga
rawan melakukan kehinaan.
Qolbun
salim adalah ia benar-benar hidup sehat dibawah cahaya ilahi, penuh ketawadhuan
dan menyerahkan semua kepasrahan hanya kepada Allah swt semata. Semoga kita
termasuk dari hambanya yang memiliki hati yang sehat bukan sakit apalagi mati, wai’iyadhu
billah, hati yang hidup dengan kebenaran adalah dari ia hakikatnya hidup
adapun hati yang congkak, enggan terhadap kebenaran pada hakikatnya ia telah
mati sejak awalnya.
“wahai
Rob yang dengan kuasa-Mu dapat membolak-balikkan hati setiap insan, hambamu
berlindung agar selalu tetap dalam jalan Din-Mu, wahai Rob yang dengan kuasa-Mu
dapat mengubah hati setiap insan, tetapkanlah hati ini untuk selalu taat
kepada-Mu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar